YERUSALEM, KOMPAS.com - Sebuah klub sepak bola kasta atas Israel dengan reputasi rasialisme anti-Arab di fans-nya dilaporkan dibeli sebagian oleh sheikh Abu Dhabi.
Klub bernama Beitar Jerusalem itu kini 49 persen dimiliki Sheikh Hamad bin Khalifa Al Nahyan, anggota keluarga penguasa Abu Dhabi.
Sheikh Hamad disebut siap mengucurkan dana 69 juta poundsterling, atau sekitar Rp 1,3 triliun selama 10 tahun mendatang.
Baca juga: Tentaranya Dituduh Bunuh Remaja Palestina, Israel Luncurkan Penyelidikan
Dalam pengumuman yang diunggah di situs resmi klub, pria yang juga pengusaha itu mengaku sangat senang bisa berinvestasi.
"Saya sudah mendengar tentang kehebatan klub ini dan senang berada di Yerusalem, salah satu kota tersuci di dunia," jelas dia.
A historic and exciting day for Beitar Jerusalem. This afternoon (monday) a partnership agreement was signed between Mr. Moshe Hogeg and Sheikh Hamad bin Khalifa Al Nahyan >> https://t.co/xJlNJChIGV pic.twitter.com/CPC5f3F1pF
— Beitar Jerusalem FC (@fcbeitar) December 7, 2020
Yang menjadi ironi adalah, Beitar Jerusalem yang tidak pernah mengontrak pemain Arab sebagian dipunyai sheikh Uni Emirat Arab.
La Familia, penggemar dari sayap kanan jauh, bukanlah perwakilan basis fans pada saat ini. Meski begitu, rasialisme tetap melekat di klub itu.
Sebabnya adalah nyanyian anti-Arab, mempromosikan ideologi Zionis, dengan para hooligan berkeliling mencari masalah dengan orang Palestina.
Ori Cooper, kepala desk olahraga di harian Israel Yedioth Ahronoth menerangkan bahwa chant itu merupakan bagian dari atraksi.
Baca juga: Bentrokan Warga Palestina dan Pasukan Israel Pecah di Pemakaman Remaja yang Tewas Ditembak
"Saya pikir itulah alasan mengapa sheikh dari Uni Emirat Arab memutuskan untuk mengakuisisi sebagian klub ini," kata dia dikutip Sky News Rabu (9/12/2020).
Cooper menjelaskan, Sheikh Hamad tidak membeli Beitar dengan alasan keuntungan. Tapi karena klub itu berada di bagian sayap kanan peta politik setempat.
Pembelian itu dianggap aksi simbolis dalam mengubah peta geopolitik, dengan harapan olahraga bisa mengatasi perbedaan politik atau agama.
"Ini adalah momentum besar yang melebihi sepak bola. Bahkan melebihi olahraga," jelas Cooper mengomentari pembelian tersebut.
Apalagi, pembelian ini terjadi empat bulan setelah Israel dan Uni Emirat Arab menandatangani kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik.
Perjanjian Damai Abraham, dimediasi oleh AS, menjadi titik balik bagaimana negara kunci di Teluk Arab memberi pengakuan bagi Tel Aviv.
Baca juga: Arab Saudi: Asalkan Kedaulatan Palestina Diberikan, Normalisasi dengan Israel dapat Terjadi