Klub bernama Beitar Jerusalem itu kini 49 persen dimiliki Sheikh Hamad bin Khalifa Al Nahyan, anggota keluarga penguasa Abu Dhabi.
Sheikh Hamad disebut siap mengucurkan dana 69 juta poundsterling, atau sekitar Rp 1,3 triliun selama 10 tahun mendatang.
Dalam pengumuman yang diunggah di situs resmi klub, pria yang juga pengusaha itu mengaku sangat senang bisa berinvestasi.
"Saya sudah mendengar tentang kehebatan klub ini dan senang berada di Yerusalem, salah satu kota tersuci di dunia," jelas dia.
La Familia, penggemar dari sayap kanan jauh, bukanlah perwakilan basis fans pada saat ini. Meski begitu, rasialisme tetap melekat di klub itu.
Sebabnya adalah nyanyian anti-Arab, mempromosikan ideologi Zionis, dengan para hooligan berkeliling mencari masalah dengan orang Palestina.
Ori Cooper, kepala desk olahraga di harian Israel Yedioth Ahronoth menerangkan bahwa chant itu merupakan bagian dari atraksi.
"Saya pikir itulah alasan mengapa sheikh dari Uni Emirat Arab memutuskan untuk mengakuisisi sebagian klub ini," kata dia dikutip Sky News Rabu (9/12/2020).
Cooper menjelaskan, Sheikh Hamad tidak membeli Beitar dengan alasan keuntungan. Tapi karena klub itu berada di bagian sayap kanan peta politik setempat.
Pembelian itu dianggap aksi simbolis dalam mengubah peta geopolitik, dengan harapan olahraga bisa mengatasi perbedaan politik atau agama.
"Ini adalah momentum besar yang melebihi sepak bola. Bahkan melebihi olahraga," jelas Cooper mengomentari pembelian tersebut.
Apalagi, pembelian ini terjadi empat bulan setelah Israel dan Uni Emirat Arab menandatangani kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik.
Perjanjian Damai Abraham, dimediasi oleh AS, menjadi titik balik bagaimana negara kunci di Teluk Arab memberi pengakuan bagi Tel Aviv.
Kesepakatan tersebut diyakini berpotensi membuka jalan pemulihan relasi dengan negara Arab lainnya, dengan penggerak utama adalah musuh bersama, Iran.
Cooper melanjutkan, sebagian fans senang dengan akuisisi itu. Sebab, mereka kini mempunyai suntikan dana untuk berburu gelar juara.
Tetapi bagi penggemar garis keras, mereka menganggap pemilik klub, Moshe Hovav, telah menjual identitas Beitar dan menolak partisipasi pemain Arab.
Begitu juga dengan warga Palestina dan sejumlah negara Arab juga tidak emnyukai keputusan Sheikh Hamad membeli sebagian saham klub.
"Mereka tidak suka karena mereka tahu bahwa klub itu rasis, namun ada yang memberikan hadiah atas perbuatan mereka," ujar dia.
https://www.kompas.com/global/read/2020/12/10/075419770/sheikh-abu-dhabi-investasi-ke-klub-israel-dengan-reputasi-rasialisme-anti