PARIS, KOMPAS.com – Aksi unjuk rasa di Perancis yang menentang rancangan undang-undang keamanan berujung bentrok.
Puluhan orang berkerudung melemparkan barang-barang ke arah polisi anti-huruhara di Paris, Perancis, pada Sabtu (5/12/2020) malam waktu setempat.
Sekelompok orang juga membakar kendaraan dan menghancurkan beberapa teras toko sebagaimana dilansir dari Reuters.
Polisi membalas kericuhan dengan tembakan gas air mata dan berulang kali menuduh bentrokan tersebut dipicu oleh oknum pembuat onar selama hampir tiga jam.
Sekelompok orang juga tampak menggeledah kantor cabang sebuah bank, melemparkan tumpukan dokumen ke kobaran api di luar gedung.
Baca juga: Terlibat Kasus Pedofil Terbesar di Perancis, Dokter Bedah Dipenjara 15 Tahun
Aksi demonstrasi juga berlangsung tak hanya di Paris, tapi juga di beberapa kota di Perancis seperti Marseille, Lyon, Lille, dan lainnya.
Mereka menentang pembahasan rancangan undang-undang keamanan yang dicanangkan Presiden Perancis Emmanuel Macron karena dianggap membatasi kebebasan sipil.
Awalnya, aksi protes berjalan damai di Paris. Ribuan orang berjalan dan beberapa di antara mereka membawa spanduk bertuliskan "Perancis, tanah polisi" dan "Cabut undang-undang keamanan".
Polisi Paris mengatakan kepada BFM TV bahwa sekitar 500 "pelaku kejahatan" telah menyusup ke dalam massa aksi.
Sejak bentrokan pecah hingga saat ini, sebanyak 30 orang telah ditahan dan ditangkap polisi.
Baca juga: 76 Masjid di Perancis yang Diduga Promosikan Separatisme Terancam Ditutup
Sebelumnya, Perancis dilanda gelombang protes setelah pemerintah memperkenalkan rancangan undang-undang keamanan di Parlemen Perancis.
Rancangan undang-undang itu bertujuan untuk meningkatkan pengawasan kepada individu dan membatasi peredaran gambar petugas kepolisian di media dan internet.
Rancangan undang-undang itu adalah bagian dari upaya Macron untuk memperketat aturan dan ketertiban umum menjelang pemilihan umum pada 2022.
Baca juga: Pengadilan Perancis Minta Rumah Ibadah Pertimbangkan Jumlah Jemaat di Tengah Virus Corona
Namun rancangan undang-undang keamanan tersebut memicu reaksi publik.
Pemukulan seorang pria kulit hitam, produser musik Michel Zecler, oleh beberapa petugas polisi pada akhir November meningkatkan kemarahan publik.