Siapa aktivisnya?
Ketiganya pertama kali menjadi terkenal sebagai aktivis dalam protes pro-demokrasi "Gerakan Payung" 2014. Wong dan Chow masih remaja ketika mereka menjadi pemimpin siswa.
Salah satu pembangkang kota yang paling dikenal, Wong telah menjadi tokoh kunci dalam upaya pro-demokrasi Hong Kong selama bertahun-tahun. Dia telah menjalani beberapa hukuman penjara yang lebih pendek sebelumnya.
Dia juga mendukung gelombang baru protes yang mengguncang wilayah itu pada 2019. Protes berulang kali itu menimbulkan bentrok dan kekerasan antara demonstran dan polisi.
Beijing sejak itu memperkenalkan undang-undang keamanan baru yang menyeluruh untuk Hong Kong. Dengan itu ada hukuman keras atas tindakan pemisahan diri, subversi, dan kolusi dengan pasukan asing.
Menanggapi itu, Wong membubarkan organisasi politiknya, Demosist yang didirikan bersama dengan Chow.
Lam adalah ketua grup. Dia masuk dalam daftar 100 Wanita BBC tahun ini.
Baca juga: Aktivis Milenial Hong Kong Mengaku Bersalah dalam Aksi Protes 2019
Apakah hukum keamanan baru Hong Kong?
Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong diserahkan kembali ke China pada tahun 1997. Tetapi hal itu terjadi di bawah apa yang disebut prinsip "satu negara, dua sistem".
Sistem itu seharusnya menjamin kebebasan tertentu untuk wilayah itu. Termasuk kebebasan berkumpul dan berbicara, peradilan independen dan beberapa hak demokratis yang tidak dimiliki oleh China daratan.
Tetapi awal tahun ini, China mengeluarkan undang-undang keamanan nasional yang kontroversial. Hukum itu mengurangi otonomi Hong Kong dan membuatnya lebih mudah untuk menghukum para demonstran.
Dampak luas di Hongkong yang telah bertahun-tahun melanjarkan protes pro-demokrasi dan anti-Beijing,
Baca juga: Anggota Parlemen Pro-Demokrasi Hong Kong Rencanakan Pengunduran Diri Massal
Beijing mengatakan undang-undang itu akan mengembalikan stabilitas di wilayah itu. Tetapi pemerintah barat dan kelompok hak asasi manusia mengatakan undang-undang itu secara efektif membatasi kebebasan berbicara dan protes.
Setelah undang-undang itu diberlakukan, sejumlah kelompok pro-demokrasi bubar karena khawatir akan keselamatannya.
Menulis dalam opini di New York Times pada Rabu (02/12/20), Nathan Law dan Alex Chow meminta Presiden terpilih AS Joe Biden meningkatkan tekanan politik pada otoritas China dan Hong Kong untuk menghentikan tindakan keras.
"Jika dunia tidak bertindak tegas untuk membangun aliansi yang lebih kuat melawan agresi Partai Komunis China yang meningkat, lebih banyak aktivis akan dikorbankan, dan nilai-nilai demokrasi yang lebih penting juga," kata Nathan Law dan Alex Chow memeringatkan.
Baca juga: Oposisi Hong Kong Mundur Massal, AS Ancam China dengan Sanksi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.