Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembang Kempis Aplikasi Layanan Kencan Online di Pakistan

Kompas.com - 01/11/2020, 21:55 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Sudah tiga tahun berlalu dan Muhammad Ali Shah belum juga menemukan jodohnya di situs layanan kencan online di Pakistan.

“Pilihannya tidak banyak” kata pengusaha 36 tahun itu kepada kantor berita AFP.

Oleh teman-temannya, Ali Shah dicibir “putus asa” atau “pelacur laki-laki" karena berbelas kali pergi berkencan tanpa pernah menjalin hubungan serius.

Norma sosial menjadi masalah bagi layanan kencan online di Pakistan. Di negeri yang lebih menganjurkan perjodohan oleh keluarga ketimbang pilihan bebas, perempuan cenderung absen dari layanan ini, dan kalaupun aktif, mereka berusaha merahasiakan identitas masing-masing lantaran mengkhawatirkan reaksi keluarga.

“Perempuan merasa tidak nyaman. Jadi mereka tidak menggunakan foto diri atau mengungkap nama asli. Jadi ini seperti main tebak-tebakan,” tutur Ali Shah.

“Kebanyakan saya hanya melewatkan profil mereka karena tidak ada gambar sama sekali. Tidak ada informasi asli juga. Nama mereka tidak tertera di sana,” imbuhnya.

Baca juga: Demo Anti-Perancis Menjalar ke Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan

Dia mengaku membutuhkan waktu sebelum lawan bicaranya merasa aman dan mau membagi gambar atau bertemu untuk kencan.

“Saya tidak menyalahkan perempuan karena berhati-hati. Saya malah berpikir tindakan mereka cerdas,” tambah Ali Shah.

Budaya kencan nyaris tidak dikenal di Pakistan, di mana hubungan seksual di luar nikah atau homoseksualitas merupakan delik kriminal dan diancam hukuman kurung.

“Kebanyakan belum mengerti konsep berkencan", tutur Ali Shah yang mulai aktif mencari teman kencan lewat internet setelah bercerai.

“Anda bertemu satu atau dua kali dan mereka sudah ingin hubungan yang serius," tambahnya.

Baca juga: Surat PM Pakistan kepada Para Pemimpin Negara Mayoritas Muslim: Lawan Islamofobia

Larangan aplikasi kencan

Seorang perempuan berusia 27 tahun yang cukup berani memajang foto sendiri mengakui sudah melanggar “tabu untuk aktif di Tinder,” kata dia merujuk pada situs kencan paling populer itu.

“Saya mendapat telepon dari teman-teman, mereka mengaku terkejut menemukan saya di Tinder,” imbuhnya.

Dia baru menghapus profilnya ketika klien kerja kedapatan berusaha menghubunginya untuk berkencan.

“Apa yang kita lakukan sebagai teman ketika ada kawan yang pergi berkencan, kami biasanya nongkrong di tempat yang sama. Kami berusaha membuat kencan ini seaman mungkin,” kata dia

September silam pemerintah Pakistan akhirnya melarang aplikasi kencan Tinder dan Grindr.

Baca juga: Ledakan Bom Guncang Pesantren di Pakistan, 7 Orang Tewas

Situs lain seperti Minder atau Bumble masih bisa beroperasi. Dan pengguna mulai memanfaatkan jaringan virtual pribadi (VPN) untuk melangkahi blokade pemerintah.

“Dampak terbesar adalah hilangnya kenyamanan yang disediakan oleh perusahaan seperti Tinder dan Grindr kepada warga Pakistan,” kata Zulfiqar Suhail Mannan, musisi dan guru berusia 22 tahun yang mengaku termasuk komunitas LGBTQ.

Sebaliknya buat kaum konservatif, larangan Tinder disambut sebagai perkembangan positif.

“Perkencanan bukan bagian dari tradisi atau agama kami. Semuanya harus dilakukan secara halal, terlebih hal penting seperti mencari teman hidup,” tutur seorang comblang berusia 50 tahun di Karachi, yang bekerja untuk keluarga, menjodohkan pasangan muda untuk dinikahkan.

“Melarang aplikasi kencan seperti itu adalah salah satu cara merawat tradisi kami,” pungkasnya.

Baca juga: 11 Wanita Afghanistan Tewas Terinjak-injak Saat Antre Urus Visa Pindah ke Pakistan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com