WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara nyata semakin mengakui Yerusalem sebagai bagian dari negara Israel dengan mengesahkan warga Amerika yang lahir di Yerusalem dapat mencantumkan Israel sebagai negara kelahirannya di paspor.
Hal itu diumumkan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, pada Kamis (29/10/2020) sebagai pengakuan mendalam Washington atas kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang disengketakan dengan Palestina.
Langkah tersebut adalah yang terbaru dari serangkaian perubahan kebijakan pro-Israel oleh pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump, menjelang pemilihan presiden AS 2020 pada pekan depan.
Baca juga: China Bantah Tuduhan Menlu AS dan Balik Serang
Lima tahun lalu, ketika Presiden Barack Obama menjabat, Mahkamah Agung AS telah mengeluarkan UU yang mengizinkan warga Amerika kelahiran Yerusalem untuk mencantumkan Israel sebagai asal negaranya di paspor mereka.
Namun, UU tersebut dianggap melanggar hukum kekuasaan presiden dalam mengatur kebijakan luar negerinya.
Yerusalem yang memiliki status sebagai kota suci bagi Muslim, Yahudi dan Kristen, menjadi salah satu topik konflik antara Israel dan Palestina dalam memperebutkan wilayah.
Baca juga: Perwira Senior Angkatan Antariksa AS positif Covid-19
Pada 2017, Trump membalikkan kebijakan AS selama beberapa dekade dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, yang mana tidak dilakukan oleh banyak negara untuk menjaga sumbu konflik.
Melansir Reuters pada Kamis (29/10/2020), Pompeo mengatakan keputusan untuk mengizinkan warga AS kelahiran Yerusalem untuk memilih mendaftarkan Israel atau Yerusalem sebagai tempat kelahiran mereka, adalah bentuk "konsistensi" terhadap proklamasi Trump pada 2017.
Baca juga: AS akan Cari Cara Baru Jalin Kerja sama dengan Indonesia di Laut China Selatan
Rakyat Palestina yang menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan yang mereka cari di Tepi Barat dan Gaza, terpukul oleh kebijakan AS.
Trump "mencoba untuk menghapus hak-hak Palestina," kata Wasel Abu Youssef dari payung Organisasi Pembebasan Palestina kepada Reuters.
Abu Youssef menuduh calon presiden petahana AS itu berusaha untuk "mendorong Penginjil dan Yahudi Amerika meningkatkan suara pemilihan untuknya."
Baca juga: Janji Biden jika Menang Pilpres AS: Sahkan UU Kesetaraan untuk LGBTQ dalam 100 Hari Pertama
Pada Rabu (28/10/2020), pemerintahan Trump mencabut larangan pendanaan pembayar pajak AS untuk penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Israel di permukiman Tepi Barat.
Utusan Trump juga membantu membangun hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Sudan, yang kemudian dianggap Palestina sebagai negara-negara pengkhianat.
“Langkah normalisasi oleh beberapa negara Arab telah menyebabkan melemahnya barisan Arab,” tambah Abu Youssef.
Baca juga: Uji Coba Sistem Rudal S-400, Turki Diancam Sanksi oleh AS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.