Bila dia tidak mau melakukannya, dia akan bergabung dengan suami dan jutaan orang lain yang ditahan di kamp penahanan, karena memiliki terlalu banyak anak.
"Tuhan menitipkan anak kepada kita. Mencegah seseorang memiliki anak adalah hal yang salah," kata Omirzakh sambil berlinang air mata saat mengenang pemasangan paksa IUD.
"Mereka hendak menghancurkan kami sebagai warga."
Baca juga: Dokumen Bocor Sebut China Menahan Uighur karena Punya Jenggot
Menurut AP, hasil dari kampanye pembatasan kelahiran adalah perasaan tertekan di kalangan warga Uighur mengenai kemungkinan memiliki anak.
Di tahun 2014, hanya sekitar 240 ribu pemasangan IUD di Xinjiang. Di tahun 2018 angka naik sekitar 60 persen, mendekati angka 330 ribu pemasangan IUD.
Padahal dalam waktu yang bersamaan, penggunaan IUD menurun di China dan banyak perempuan mulai melepaskan IUD.
Menurut data dari pemerintah China, angka kelahiran di dua kawasan utama penduduk Uighur, yakni Hotan dan Kashgar, turun sebesar 60 persen dari tahun 2015 ke tahun 2018.
Di seluruh kawasan Xinjiang, angka kelahiran juga menurun, dari sebelumnya 24 persen di tahun lalu menjadi 4,2 persen secara keseluruhan.
Menurut penelitian Adrian Zenz, dana ratusan juta dolar miliki pemerintah China yang digunakan untuk membatasi kelahiran telah membuat Xinjiang berubah, dari salah satu kawasan dengan pertumbuhan terbesar menjadi salah satu yang paling lambat dalam waktu beberapa tahun saja.
Baca juga: China: UU Keamanan Nasional Bakal Jadi Pedang yang Menebas Pelanggar Hukum
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Michael Pompeo dalam pernyataannya mengecam kebijakan tersebut.
"Dunia menerima laporan yang terasa mengganggu hari ini bahwa Partai Komunis China menggunakan sterilisasi paksa, aborsi paksa dan program pembatasan kelahiran paksa terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas lain di Xinjiang sebagai bagian dari kampanye penindasan yang terus berlanjut," kata Pompeo.
"Kami menyerukan kepada Partai Komunis China untuk segera menghentikan praktik mengerikan ini dan menyerukan kepada seluruh negara untuk bergabung bersama Amerika Serikat mendesak penghentikan tindakan tidak berperikemanusiaan tersebut."
Baca juga: Uni Eropa, Inggris, Taiwan, Kecewa China Sahkan UU Keamanan Nasional Hong Kong
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.