Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peti Kardus, Plastik, dan Bakar Barang, Cara Warga Ekuador Makamkan Jenazah Covid-19

Kompas.com - 11/04/2020, 18:21 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

GUAYAQUIL, KOMPAS.com - Pemerintah di kota terbesar di Ekuador membagikan ribuan peti mati dari kardus untuk memakamkan jenazah korban virus corona.

Mereka juga membuat jaringan bantuan khusus bagi para keluarga yang menunggu jenazah sanak keluarga mereka diangkut dari kediaman masing-masing.

Guayaquil, ibu kota Provinsi Guaya, merupakan pusat penyebaran virus corona di Amerika Latin. Rumah sakit dan kamar mayat penuh dan menyebabkan banyak keluarga terpaksa menyimpan jenazah di rumah.

Baca juga: Jenazah Korban Virus Corona Tergeletak di Jalan, Wapres Ekuador Minta Maaf

"Seperti layaknya rumah sakit di zona perang. Apa yang kami saksikan seperti halnya di film horor," kata seorang dokter di rumah sakit Teodoro Maldonado Carbo.

"Istri saya tak mau saya bekerja, tapi bila saya tak datang, akan semakin banyak pasien yang meninggal," kata dokter itu kepada The Guardian.

Presiden Ekuador Lenin Moreno mengatakan, sekitar 3.500 orang kemungkinan bisa meninggal di provinsi Guaya dalam beberapa minggu ke depan.

Pemerintah kota Guayaquil mengungkapkan, mereka membagikan sekitar 2.000 peti mati kardus untuk pemakaman dalam "situasi darurat kesehatan."

Baca juga: Kota di Ekuador Terpaksa Masukkan Jenazah Korban Covid-19 ke Peti Kardus

Sampai Jumat (10/4), jumlah kasus Covid-19 di Ekuador mencapai lebih dari 4.700 orang.

Cerita salah seorang warga

Salah seorang warga bernama Bertha menceritakan apa yang mereka alami di Guayaquil.

Inilah ceritanya kepada Matías Zibell dari BBC Mundo.

"Adik perempuanku meninggal lebih dulu. Kami membawanya ke luar ruangan. Kami duduk di luar rumahnya, dan di sanalah dia meninggal, di pelukanku. Kami mengajaknya ke apotek untuk mencari obat, tetapi dia sudah meninggal dunia," cerita Bertha.

Baca juga: Usai Berjasa Jadikan Ganja sebagai Obat, Gadis Ini Tewas Diduga karena Corona

"Kakak iparku menyaksikan keadaan istrinya dan hal ini membuatnya terkena serangan jantung."

"Di apotek kami diberitahu bahwa kami harus membawa pergi jenazah. Kami kemudian membawanya ke dalam rumah. Kami menelepon layanan darurat. Mereka tak kunjung datang."

Gambar yang dirilis Kantor Wali Kota Guayaquil, Ekuador, memperlihatkan petugas menangani peti kardus pada 5 April 2020. Mereka mendapat 1.000 donasi peti kardus setelah kekurangan peti mati untuk menangani jenazah korban Covid-19.AFP/GUAYAQUIL MAYORS OFFICE/HANDOUT Gambar yang dirilis Kantor Wali Kota Guayaquil, Ekuador, memperlihatkan petugas menangani peti kardus pada 5 April 2020. Mereka mendapat 1.000 donasi peti kardus setelah kekurangan peti mati untuk menangani jenazah korban Covid-19.
"Akhirnya kami membungkus jenazah dengan plastik. Kami sangat takut akan menimbulkan bau."

Baca juga: Tambah 485 Kasus dalam 2 Hari, Jumlah Kasus Corona di Singapura Meningkat Pesat

Kota Guayaquil dan provinsi Guaya adalah daerah yang paling terdampak pandemi Covid-19 di Ekuador.

Data resmi menyebutkan lebih dari 2.400 orang terinfeksi virus corona di Guaya, dengan 1.640 di antaranya di ibu kota provinsi.

"Saya lahir di Santa Elena, Manglar Alto. Orang tua saya pindah dan menetap di Guayaquil, dengan membawa anak-anak yang masih kecil. Kami sepuluh orang bersaudara."

"Saya anak nomor sembilan. Kakak perempuan saya berumur 67 tahun dan saya anggap sebagai ibu. Namanya Inés dan suaminya Filadelfio Salinas."

Baca juga: Presiden Brasil Jair Bolsonaro Sebut Virus Corona sebagai Flu Ringan

"Saya telah menikah dengan empat anak. Sementara dia memiliki lima orang anak."

"Kami juga telah memiliki cucu. Kami bertetangga dan bertemu setiap hari. Sebelum karantina, keadaan semua baik-baik saja."

"Sebenarnya sebelum karantina dimulai, kami telah tinggal di dalam rumah saja."

"Dan karena saya sudah tidak berjumpa selama seminggu, saya menanyakan keadaannya kepada keponakan dan mereka mengatakan, 'Ibu merasa agak lemah'."

Baca juga: Trump: AS Tidak Perlu Pengujian Massal Virus Corona, tapi...

"Tetapi ketika saya menjenguknya, dia terlihat baik-baik saja. Dua hari kemudian, keadaannya memburuk."

"Keponakanku mengatakan, 'Ibu sakit, dia kesulitan bernapas semalam'."

"Kemudian ipar saya juga menjadi lemah. Dia juga mengalami kesulitan bernapas."

"Katanya, 'Saya tidak tidak tahu kenapa, saya pikir saya juga akan meninggal'."

Baca juga: Akan Buka Sekolah Saat Wabah Corona, Gubernur Florida Dapat Peringatan

Keluarga tersebut menelepon nomor yang disediakan pemerintah Ekuador bagi orang-orang yang mengalami gejala terkena virus, tetapi mereka diminta untuk tetap di rumah.

Meskipun mereka telah berusaha menghubungi dokter swasta, tidak seorang pun mau memeriksa walau berbagai gejala mengisyaratkan mereka terkena Covid-19.

Selain masalah kesehatan, rumah sakit yang penuh dan unit gawat darurat yang tidak berfungsi, Guayaquil juga menghadapi masalah jenazah. Sebab, kebanyakan perusahaan pemakaman tutup akibat takut tertular.

Pada mulanya muncul pembicaraan pemakaman massal, tetapi hal ini tidak mendapat dukungan.

Baca juga: Di Tengah Virus Corona, Pentagon: Jangan Pernah Coba-coba dengan Kami

Pemerintah pusat harus membentuk gugus tugas untuk mengambil jenazah dan menguburnya satu per satu.

Gugus yang beranggotakan petugas Kementerian Kesehatan, polisi nasional, dan angkatan bersenjata ini kewalahan.

Jenazah Inés dan Filadelfio diletakkan di rumah selama empat hari dan keluarga Salinas, sama seperti yang lainnya di Guayaquil, harus mengandalkan media sosial untuk meminta bantuan.

Baca juga: Di Tengah Wabah Corona, Trump Ingin Perekonomian AS Mulai Aktif Awal Mei

Warga di Ekuador membakar barang yang pernah disetuh mendiang korban virus corona.BBC Indonesia Warga di Ekuador membakar barang yang pernah disetuh mendiang korban virus corona.
Tak tahu tempat pemakaman

"Mereka datang setelah empat hari, sekitar jam sembilan malam. Polisi dengan ambulans datang dan membawa mereka. Mereka tidak ingin seorang pun merekam."

"Mereka menginginkan semua orang berada di dalam rumah. Mereka hanya mengizinkan anggota keluarga yang hadir, dari kejauhan."

"Mereka mengatakan jenazah akan tetap di tempat itu. Jika kami tidak mampu menguburnya, maka mereka akan mengambil alih. Tetapi ini berarti kami tidak akan mengetahui tempat pemakaman."

Baca juga: Korban Meninggal karena Virus Corona di Seluruh Dunia Lewati 100.000 Orang

"Kami sebenarnya menginginkan rumah duka mengambil alih. Ini berarti kami harus menghimpun dana."

"Sementara kemampuan ekonomi kami terbatas. Biaya per jenazah adalah 2.000 dollar AS atau Rp 33 juta."

"Kami tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Kami tidak memiliki pekerjaan, kami terkurung di rumah. Makan juga jauh berkurang."

Baca juga: Cegah Virus Corona, Bayi Baru Lahir di Thailand Dipasangkan Pelindung Wajah

Bagi mereka yang mampu, biaya pemakaman tidak menjadi masalah. Namun bagi warga seperti Bertha, situasi ini sangat berat.

Suara Bertha bergetar saat membicarakan biaya “satu peti jenazah”.

Sulit juga untuk meminta pertolongan karena keadaan para tetangga di daerah tempat tinggalnya juga sama susahnya.

"Kami membungkus Inés dan Filadelfio, serta menempatkan mereka di dalam rumah. Sejumlah anggota keluarga lainnya membawa keluar jenazah untuk mencegah penularan."

Baca juga: Di Tengah Lockdown Virus Corona, Paus Fransiskus Pimpin Misa Jumat Agung

Banyak keluarga lain yang menempatkan jenazah sanak saudara mereka di luar untuk mencegah penularan. Mereka tak punya pilihan lain.

Banyak juga warga lainnya yang tertular Covid-19. Semua orang merasa takut karena banyak sekali orang sekarat.

Setelah jenazah kakak serta iparnya diambil, Bertha dengan suaminya, membakar semua barang yang sempat dipegang Inés dan Filadelfio.

Upacara perpisahan yang bisa mereka berikan kepada keduanya hanyalah pembakaran berbagai barang mereka.

Baca juga: Ratusan Pesertanya Terjangkit Corona, Tablighi Jamaat Disorot Tajam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com