Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Apa Dampak Wabah Virus Corona bagi Konflik Timur Tengah?

Kompas.com - 05/04/2020, 14:50 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

SANAA, KOMPAS.com - Virus corona yang tengah mewabah, menjangkiti hampir 1,2 juta orang di seluruh dunia dikhawatirkan berdampak pada konflik di Timur Tengah.

PBB melalui Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menyerukan adanya gencatan senjata, dengan peringatan puncak wabah bisa segera datang.

Dilansir AFP Minggu (5/4/2020), berikut merupakan sejumlah dampak di negara Timur Tengah yang mengalami konflik sejak pandemi virus corona.

Baca juga: Pemuka Agama di Timur Tengah Beradaptasi demi Hadapi Virus Corona

1. Suriah

Pandemi Covid-19 terjadi ketika Rusia dan Turki, dua kekuatan utama dalam konflik berusia sembilan tahun, sepakat gencatan senjata.

Sekitar tiga juta orang yang hidup di kawasan barat daya Idlib, lokasi gencatan, awalnya pesimistis kesepakatan ini bakal berlangsung lama.

Tetapi wabah yang menyebar begitu cepat di seantero Suriah membuat kesepakatan penurunan senjata di kedua negara belum ada tanda dibatalkan.

Organisasi Pemantau HAM Suriah menyatakan pada Maret, mereka mencatatkan 103 korban tewas di pihak sipil, terendah sejak konflik terjadi pada 2011.

Baca juga: Kilang Minyaknya Diserang, Koalisi Arab Saudi Lancarkan Operasi Militer ke Yaman

Kemampuan sejumlah otoritas, mulai dari Damaskus, Kurdi di timur laut, hingga aliansi jihadis di Idlib untuk mencegah wabah bakal menjadi pertaruhan kredibilitas mereka.

"Wabah ini menjadi jalan bagu Damaskus untuk menunjukkan mereka lebih efisien, dengan semua wilayah harus kembali pada mereka," ucap analis Fabrice Balanche.

Tetapi, upaya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad membutuhkan perginya militer AS baik dari Suriah maupun negara tetangga, Irak.

Akibatnya, terjadi kekosongan kekuasaan yang bisa dimanfaatkan kelompok seperti ISIS, yang berencana mendirikan lagi "kekhalifahan" mereka.

Baca juga: Suriah Umumkan Kasus Infeksi Pertama Virus Corona, Bashar Al-Assad Keluarkan Amnesti Tahanan

2. Yaman

Baik pemerintah yang diakui internasional maupun pemberontak Houthi secara positif menyambut seruan PBB untuk melakukan gencatan senjata.

Begitu juga dengan Arab Saudi, negara yang memimpin sekutunya untuk menggempur Houthi pada 2015, juga bersikap dengan menarik militernya.

Tapi, aksi tersebut hanya sebentar. Pekan lalu, Saudi mengumumkan bahwa mereka mencegat rudal balistik yang ditembakkan ke Riyadh.

Koalisi yang dipimpin oleh Riyadh kemudian melancarkan serangan balasan terhadap Houthi di Sanaa pada Senin (30/3/2020).

Baca juga: Kilang Minyak Saudi Aramco Diserang Drone, Presiden Iran: Rakyat Yaman Hanya Melawan

Berbagai diskusi dilaporkan terpental. Tapi itu tak menyurutkan Utusan PBB, Martin Griffiths, untuk melakukan konsultasi harian guna menghentikan peperangan.

Sebabnya, lebih lama konflik di Yaman, krisis kemanusiaan bakal semakin parah, dengan dampak virus corona terancam makin parah.

Di negara itu, tidak saja layanan kesehatan kolaps. Namun air juga susah didapatkan, dan 24 juta membutuhkan bantuan secepat mungkin.

Jika gencatan tak kunjung tercapai, maka dikhawatirkan populasi di Yaman bakal musnah karena bantuan kemanusiaan tak kunjung diberikan.

"Orang-orang akan tewas di jalan, dengan mayat mereka memnbusuk di tempat terbuka," kata Mohammed Omar, sopir taksi di kota pelabuhan Hodeida.

Baca juga: Serukan Berakhirnya Perang Yaman, Putin Kutip Ayat Al Quran

3. Libya

Sama seperti di Yaman, kelompok yang bertikai di Libya juga menerima anjuran PBB untuk gencatan senjata, meski akhirnya melanjutkan sikap bermusuhan mereka.

Pertempuran sengit mengguncang selatan Tripoli, menunjukkan bahwa virus corona belum cukup membuat mereka menurunkan senjata.

Turki memainkan peran dalam konflik ini dengan mendukung Pemerintahan Berdasarkan Kesepakatan Bersama (GNA) yang diakui dunia.

Baca juga: Erdogan Umumkan Rencana Mengirim Pasukan ke Turki ke Libya

Balanche menuturkan, dia memprediksi gerak Ankara bisa semakin sempit jika Barat ramai-ramai memutuskan angkat kaki dari Timur Tengah.

Rencana itu menguntungkan tentara utara yang dipimpin Khalifa Haftar, dan disokong oleh Rusia, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Karena paling parah terdampak Covid-19, negara Barat untuk saat ini tidak mengerahkan susmber daya bagi kebijakan luar negeri mereka.

Laporan dari International Crisis Group menyatakan, Eropa belum tertarik menangani konflik karena masih sibuk meredam wabah di negara masing-masing.

Baca juga: Wilayah Udara Libya Jadi Medan Perang Drone Tempur Terbesar di Dunia

4. Irak

Saat ini, Baghdad memang tidak lagi tercengkeram oleh konflik. Tapi, bahaya masih mengintai karena ISIS masih berambisi berkuasa.

Belum lagi perseteruan AS dan Iran, dua negara yang sama-sama penyokong utama Irak, yang kini tengah berjibaku melawan penyebaran Covid-19.

Dengan sebagian koalisi internasional meninggalkan Irak, militer Negeri "Uncle Sam" kini disatukan kembali dalam sebuah lokasi.

Tetapi, mereka menempatkan sistem pertahanan rudal Patriot, langkah yang menuai kecaman Teheran sekaligus dikhawatirkan bisa memicu eskalasi baru.

Baca juga: Takut Tertular Virus Corona, Warga Irak Tolak Kubur Jenazah Korban Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com