"Sejujurnya, tidak ada yang bisa kita lakukan," kata Yang Nan, manajer supermarket Lao Cun Zhang, yang butuh minimal 30 pesanan di satu pengiriman.
"Kami cuma punya empat mobil," imbuhnya. Yang menerangkan, tokonya tidak punya karyawan untuk melayani pesanan porsi kecil.
Baca juga: Kejuaraan Badminton Asia 2020 di Wuhan Masih Tanda Tanya
Sementara supermarket lain yang ditelusuri AFP menyebutkan, mereka membatasi pengiriman maksimal 1.000 pesanan per hari.
"Sulit mempekerjakan karyawan baru," ujar Wang Xiuwen, yang bekerja di divisi logistik toko.
Dia menuturkan, mempekerjakan terlalu banyak orang bisa meningkatkan risiko terkena infeksi virus corona Covid-19.
Tak hanya sulit mendapat makanan dan barang-barang kebutuhan harian, derita warga Wuhan juga bertambah karena lingkungan tempat tinggal mereka bisa tiba-tiba ditutup aksesnya tanpa peringatan lebih dulu.
Guo Jing, perempuan berusia 29 tahun warga setempat, mengatakan dia masih punya simpanan sayur, acar, dan telur asin untuk sebulan ke depan. Tapi yang membuatnya takut adalah penutupan dan pembatasan akses.
Di Wuhan, diberlakukan aturan pembatasan keluar dari kompleks. Warga hanya diizinkan keluar kompleks setiap tiga hari sekali.
Baca juga: Aturan Karantina di Wuhan Mulai Longgar
Guo adalah salah satu dari 11 juta penduduk di Wuhan, kota di Provinsi Hubei Tengah yang telah dikarantina sejak 23 Januari sebagai upaya pemerintah menahan penyebaran virus epidemik Covid-19.
Sejak karantina diterapkan, kehidupan warga Wuhan dikontrol sangat ketat oleh pemerintah setempat.
AFP bahkan melaporkan, bulan ini ada peraturan baru yang melarang penduduk meninggalkan lingkungan mereka. Bagu sebagian orang, ini mengancam mata pencaharian mereka.
"Saya masih tidak tahu di mana harus membeli barang, dan setelah selesai makan apa yang masih kita miliki di rumah," ucap Pan Hongseng, yang tinggal bersama istri dan dua anaknya.
Nahasnya, Pan kesulitan membeli bahan makanan dan barang kebutuhan sehari-hari karena komunitas di tempat tinggalnya "tidak ada yang peduli" pada layanan pembelian kelompok.
Baca juga: Corona Wuhan Lumpuhkan Farmasi, Terawan Sebut Ini Peluang Indonesia
"Anak saya yang berusia tiga tahun bahkan tidak memiliki susu bubuk tersisa," kata Pan kepada AFP.
Pan juga menceritakan dirinya tidak bisa mengirim obat ke dua mertuanya yang berusia 80-an tahun, karena mereka tinggal di tempat berbeda.
"Aku merasa seperti pengungsi," ucap Pan.
Sementara itu yang dialami Ma Chen, pria berusia 30 tahun yang hidup sendiri, sedikit berbeda. "Aku tidak tahu berapa banyak (makanan) yang harus kubeli," ucapnya.
Baca juga: Virus Corona Ternyata Tak Berasal dari Pasar Seafood Wuhan, Ini Faktanya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.