Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cokelat Pernah Jadi Alat Pembayaran, Simak Sejarahnya

Kompas.com - 08/07/2021, 11:36 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Cokelat merupakan salah satu komoditas paling populer di dunia. Komoditas sampai dirayakan setiap tanggal 7 Juli dengan peringatan Hari Cokelat Sedunia.

Sejarah cokelat bisa dirunut jauh hingga peradaban Suku Maya Kuno. Saat itu, cokelat tak hanya sekadar jadi makanan semata.

Cokelat sempat bernilai sama berharganya dengan uang dan emas pada saat ini.

Seperti dikutip Science Magazine, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa cokelat pernah dijadikan alat pembayaran di puncak kejayaan Suku Maya.

Konon katanya, cokelat juga memiliki peran dalam kejatuhan peradaban kuno tersebut.

Seorang arkeolog Joanne Baron bersama Bard Early College Network pun menganalisa karya seni peradaban Suku Maya.

Ia berfokus pada riset yang sudah dipublikasikan serta beragam gambar-gambar dari peradaban Suku Maya.

Baca juga: Sejarah Cokelat di Indonesia, Sudah Ada Sejak Hindia Belanda

Khususnya yang berasal dari periode Maya Klasik yakni sekitar tahun 250 – 900 Masehi yang berlokasi di area selatan Maya. Saat ini, lokasi tersebut terletak di Meksiko dan juga Amerika bagian tengah.

Objek-objek yang diteliti di antaranya aneka mural, lukisan keramik, dan juga pahatan.

Barang-barang tersebut menggambarkan pertukaran pasar yang khas Maya dan juga pembayaran upeti kepada raja-raja Maya pada saat itu.

Baca juga: 15 Cokelat Termahal di Dunia, Mulai Rp 1,3 Juta hingga Rp 21 Miliar

Baron menemukan bahwa cokelat tidak banyak muncul pada karya seni yang berasal dari tahun-tahun awal. Namun, cokelat semakin sering muncul setelah abad ke-delapan Masehi.

Garis waktu tersebut hampir sama dengan waktu ketika orang-orang Maya disinyalir mulai menggunakan cokelat sebagai mata uang.

Ilustrasi cokelat batang ala rumahan. PIXABAY/ ExplorerBob Ilustrasi cokelat batang ala rumahan.

 

Dengan kata lain, cokelat telah diterima sebagai alat pembayaran untuk berbagai hal. Bukan lagi hanya sebagai benda barter semata.

Salah satu penggambaran paling awal dari penggunaan cokelat sebagai alat pembayaran ditemukan di lukisan dinding di abad ke-tujuh Masehi.

Dalam lukisan dinding yang dipajang di piramida tersebut, tergambar sebuah pasar sentral. 

Lukisan tersebut menggambarkan seorang wanita tampak menawarkan semangkuk cokelat panas kepada seorang pria sebagai imbalan atas adonan untuk membuat sajian tamale.

Baca juga: Apa Itu Dark Chocolate? Cokelat Pahit Favorit Banyak Orang

Suku Maya memang biasanya mengonsumsi cokelat panas sebagai minuman yang disajikan dalam cangkir tanah liat.

Minuman tersebut biasanya dicampur dengan jagung yang dihaluskan dan aneka rempah.

Penggambaran awal ini menunjukkan bahwa meskipun cokelat sudah jadi alat barter, itu mungkin belum dipergunakan sebagai mata uang.

Seiring berjalannya waktu, bukti menunjukkan bahwa cokelat mulai diperlakukan seperti layaknya uang koin.

Khususnya cokelat dalam bentuk biji kakao yang dikeringkan dan difermentasi.

Baca juga: Kenapa White Chocolate Bukan Termasuk Cokelat?

Baron mendokumentasikan sekitar 180 gambar berbeda yang ada pada keramik serta mural yang berasal dari tahun 691-900 Masehi.

Dokumentasi tersebut menunjukkan beragam komoditas yang dikirimkan kepada para pemimpin Suku Maya sebagai upeti, semacam pajak.

Komoditas seperti tembakau dan biji jagung termasuk di dalamnya.

Biji kakao, bubuk kakao, dan cokelat batangShutterstock Biji kakao, bubuk kakao, dan cokelat batang

Namun, komoditas yang paling sering muncul dalam gambar-gambar tersebut adalah kain tenun dan wadah yang diberi label kuantitas biji kakao kering yang ada di dalamnya.

Baron percaya bahwa raja-raja Suku Maya menerima biji kokoa sebagai upeti bisa menunjukkan bahwa biji kakao telah diterima sebagai mata uang pembayaran pada saat itu.

“Mereka mengumpulkan lebih banyak kakao daripada yang bisa dikonsumsi kerajaan,” tambah Baron.

Baca juga: 10 Negara Pemakan Cokelat Terbanyak di Dunia, Swiss sampai Brasil

Kelebihan biji kakao tersebut diperkirakan digunakan untuk membayar pegawai kerajaan atau membeli sesuatu di pasar.

Biji kakao memang sangat populer di peradaban Suku Maya. Biji kakao bahkan dihargai lebih tinggi daripada hasil panen seperti jagung.

Alasannya, karena pohon kakao lebih rentan gagal panen dan tidak bisa tumbuh di semua kota-kota Maya.

Beberapa ahli bahkan percaya bahwa sulitnya perolehan biji kakao jadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap runtuhnya peradaban Suku Maya Kuno.

Baron berspekulasi bahwa gangguan pasokan kakao ini memicu munculnya kekuatan politik yang akhirnya menyebabkan kerusakan ekonomi dalam beberapa kasus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com