Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/05/2021, 15:09 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Tradisi rantangan merupakan salah satu tradisi masyarakat Betawi yang biasa dilakukan saat Lebaran.

Masyarakat Betawi akan berkeliling ke rumah-rumah keluarga serta kerabat sambil membawa wadah rantang yang diisi dengan aneka makanan yang khusus disiapkan.

Fungsinya adalah mempererat tali silaturahmi di antara keluarga dan kerabat.

Baca juga: Tradisi Rantangan Lebaran Betawi: Dulu Makanan, sekarang Sembako dan Uang

“Hari Lebaran kita bawah rantang, keliling itu. Kadang satu rantang itu isinya empat tingkat ya, itu berarti kita bisa mampir ke empat keluarga,” kata Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (6/5/2021).

Makanan ala Betawi yang dibawa dalam rantang tersebut bermacam-macam. Biasanya terdiri dari dodol, tape uli, rengginang, hingga rangkambang yang masing-masing punya simbol tersendiri.

Baca juga: 3 Takjil Khas Betawi yang Sudah Langka, dari Stup Tape hingga Bubur Ase

Ilustrasi ketupat di dalam besek. Ketupat merupakan sajian khas Lebaran di Indonesia. SHUTTERSTOCK/YSK1 Ilustrasi ketupat di dalam besek. Ketupat merupakan sajian khas Lebaran di Indonesia.

Dulu tidak pakai rantang

Dahulu, orang-orang Betawi tidak menggunakan rantang seperti yang dikenal sekarang. Mereka menggunakan wadah yang terbuat dari bambu seperti bongsang, tampah, tenong, atau besek.

“Tenong juga untuk dodol, rangkambang, tape uli, pokoknya kue-kue yang basah gitu lah. Kalau besek itu biasanya untuk nasi dan lauk pauk. Bongsang itu untuk buah-buahan,” terang Yahya.

Baca juga: 12 Makanan Betawi yang Langka, Ada Sayur Babanci dan Gabus Pucung

Ilustrasi rantangShutterstock/Rubiyanton Ilustrasi rantang

Kemudian pabrik yang mengolah besi, alumunium, dan juga baja mulai banyak bermunculan.

Mereka memproduksi beragam alat masak, termasuk juga rantang bertingkat seperti yang kita kenal sekarang ini.

“Rantang ini juga sama di bagian atas nasi, bawah sayuran, bagian tengah lauk pauk. Kadang di rantang kita bawa kue juga,” sambung dia.

Baca juga: Mengenal Sayur Sambel Godok, Kuliner Lebaran khas Betawi

 

Ilustrasi tape uli khas BetawiShutterstock/Ariyani Tedjo Ilustrasi tape uli khas Betawi

Sudah ada sejak sebelum Islam

Menurut Yahya, tradisi rantangan ini telah ada sejak masa sebelum Islam dikenal masyarakat Betawi. Dahulu tradisi ini dikenal dengan sebutan ‘nyuguh’ atau sajen.

Upacara dan ritus untuk memuja Tuhan ini menggunakan wadah bambu yang dulu sempat digunakan dalam tradisi rantangan. Di antaranya adalah besek, tampah, dan pincuk daun.

“Wadah itu mengikuti perkembangan teknologi tradisional dan modern yang memanfaatkan pengolahan besi dan baja. Dari tradisional bambu kemudian jadi rantang besi,” jelas Yahya.

Baca juga: Mengenal Budaya Kuliner Betawi, dari Istilah Penting sampai Sajian Lebaran

Pekerja mengaduk adonan dodol Betawi di rumah produksi pondok dodol Sari Rasa Ibu Yuyun di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (28/4/2021). Produksi dodol Betawi mengalami peningkatan jelang perayaan hari raya Idul Fitri. Dodol tersebut dijual mulai Rp. 10.000 hingga Rp. 100.000 per buah.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pekerja mengaduk adonan dodol Betawi di rumah produksi pondok dodol Sari Rasa Ibu Yuyun di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (28/4/2021). Produksi dodol Betawi mengalami peningkatan jelang perayaan hari raya Idul Fitri. Dodol tersebut dijual mulai Rp. 10.000 hingga Rp. 100.000 per buah.

Lama kelamaan Islam pun datang, dan akhirnya masyarakat mengadopsi kebiasaan ‘nyuguh’ ini untuk dilakukan juga di hari-hari besar seperti Lebaran.

Wadah ini, kata Yahya, berperan sebagai alat pendukung agar lebih mudah membawa makanan-makanan yang jadi simbol perayaan hari besar ini.

Saat hari raya Lebaran misalnya, ada dodol yang jadi simbol keteguhan dan kekuatan persaudaraan. Ada juga tape uli yang jadi simbol rasa sayang, dan masih banyak makanan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com