Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indra Charismiadji
Pemerhati dan Praktisi Pendidikan

Indra Charismiadji adalah seorang pemerhati dan praktisi pendidikan dengan spesialisasi di Pembelajaran Abad 21 atau pembelajaran berbasis teknologi digital. Wajah, suara dan pemikiran beliau kerap kali muncul di layar televisi nasional, radio, media cetak maupun media online dengan sangat kritis membahas tentang isu dan kebijakan pendidikan.

Polemik PPDB Zonasi yang Tak Kunjung Dituntaskan

Kompas.com - 16/07/2023, 13:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jadi pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk menyediakan akses pendidikan untuk seluruh warga negara, di manapun mereka berada, bersifat inklusif, dan punya kewajiban konstitusional untuk membiayai seluruh kegiatan pendidikan dasar ini.

Faktanya, menurut data BPS, berdasarkan Angka Partisipasi Murni (APM), sampai hari ini masih ada hampir tiga persen anak usia SD yang belum bersekolah.

Data lain, hampir 20 persen anak usia SMP yang belum bersekolah, belum termasuk hampir 40 persen anak usian SMA/K yang belum bersekolah.

Di antara yang telah bersekolah, masih banyak yang tidak dibiayai pemerintah karena belajarnya di sekolah swasta.

Sementara mereka yang belajar di sekolah negeri juga belum semua dibiayai pemerintah seperti amanat konstitusi. Terkadang masih ada sekolah yang berjualan seragam, buku cetak, study tour, kegiatan olah raga/seni budaya, dan lain sebagainya.

Belum lagi pemerintah belum mampu menyediakan guru, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

Melihat kondisi seperti ini, seharusnya pemerintah memprioritaskan pemenuhan kewajiban konstitusional ini dengan membangun sekolah-sekolah yang jumlahnya sesuai dengan populasi warga negara usia sekolah dengan akses yang mudah dan membiayai kebutuhan operasional sekolah secara utuh.

Jika jumlah bangku yang tersedia untuk seluruh usia sekolah cukup, dan seluruh pembiayaan operasional sekolah ditanggung oleh pemerintah, maka polemik PPDB otomatis akan berhenti dengan sendirinya.

Dari pernyataan dan gestur Presiden Joko Widodo, sepertinya tidak ada upaya nyata untuk segera menuntaskan permasalahan ini.

Alih-alih memberikan pernyataan untuk mengurangi kegelisahan masyarakat tentang PPDB, Presiden justru mengolok-olok program SD Inpres dengan mengindikasikan bahwa kualitas gedungnya buruk.

Padahal, program SD Inpres terbukti sukses dalam membuka akses pendidikan, mengurangi buta huruf, dan meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat pada era orde baru.

Keberhasilan itu terangkum dalam penelitian yang dilakukan oleh seorang warga negara Amerika Serikat, Esther Duflo dan berhasil memenangkan hadiah nobel bidang ekonomi lewat penelitiannya tentang program SD Inpres tersebut.

Sebagai informasi, pada era Presiden Jokowi, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru tidak lagi berada di bawah kendali Kemendikbudristek, melainkan KemenPUPR.

Sayangnya, seperti yang kita semua tahu fokus pembangunan KemenPUPR lebih kepada pembangunan jalan tol, bandara, Pelabuhan, kereta cepat, dan Ibu Kota Negara (IKN).

Tulisan ini bukan berarti menolak pembangunan infrastruktur tersebut, melainkan mengingatkan kembali agar memprioritaskan apa yang tertulis di konstitusi terlebih dahulu dibandingkan dengan yang tidak tertulis dalam UUD 1945.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com