Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Pensiun Dini? Dosen UMM Ingatkan 3 Hal Ini

Kompas.com - 11/07/2023, 18:25 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pensiun dini menjadi hal yang marak dilakukan oleh para pekerja saat ini. Alasannya beragam, mulai keinginan untuk berwirausaha, kondisi kesehatan tertentu, kebebasan, hingga waktu berkualitas dengan keluarga.

Menurut Dosen Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Widhiyo Sudiyono, meski menjadi sebuah tren di masyarakat, tapi tidak semua pensiun dini terjadi karena keinginan pekerja itu sendiri

Baca juga: Sering Minum Kopi Saset? Ini Bahanya Menurut Dosen FK UMM

Beberapa pekerja diberi penawaran oleh perusahaan pensiun dini untuk mengurangi karyawan pada perusahaan tersebut.

"Tidak hanya keinginan pegawai, sering kali perusahaan juga menawarkan pensiun dini kepada pekerjanya untuk mengurangi pekerja yang kurang produktif. Misalnya dengan memberi iming-iming pesangon berkali-kali lipat daripada gajinya," kata dia dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).

Widhiyo menyampaikan, sebenarnya pensiun dini dapat dilakukan jika seseorang sudah mempunyai 3 hal ini.

Pertama, pekerja yang sudah memiliki passive income dalam bentuk investasi atau tabungan yang dapat mencukupi kehidupannya hingga masa tua.

Kedua, pekerja sudah memiliki usaha agar uang pesangon dari perusahaan dapat diputar untuk kehidupan sehari-hari.

Ketiga, pekerja yang sudah memiliki tabungan.

"Saya menyarankan bagi para pekerja yang ingin pensiun dini untuk menggunakan metode Investasi dollar cost averaging (DCA), mempunyai usaha di area rumahnya atau menabung di bank," ungkap dia.

Dia menambahkan, DCA adalah upaya menyisihkan jumlah pendapatan tertentu secara tetap setiap bulannya untuk diinvestasikan.

Jadi misalkan gajinya masih kecil, mungkin skema yang digunakan adalah 70-20-10.

Di mana 70 persen untuk kebutuhan hidup, 20 persen untuk keinginan, dan 10 persen untuk investasi.

"Dengan metode investasi DCA ini, kita menyisihkan dana untuk berinvestasi setiap bulannya, misalnya Rp 1 juta per bulan di saham Bank BRI (Kode Saham BBRI). Setiap bulan dana Rp 1 juta kita investasikan ke saham BBRI tidak peduli saat itu harga saham sedang naik atau turun. Ini bisa menjadi bekal di masa tua nanti," tambahnya.

Baca juga: Belum Lolos SMA Negeri, Ini 5 Sekolah Swasta Terbaik di Jakarta Timur

Pensiun dini perlu pertimbangan

Meski banyak kelebihan dari pensiun dini, tapi hal ini harus tetap dilakukan penuh pertimbangan.

Dia menyebut, pensiun dini juga memiliki kekurangan, salah satunya kenyataan bahwa dunia usaha perlu kerja keras dan penuh ketidakpastian.

Jika tak pandai menyesuaikan diri, seseorang bisa sangat rentan dan beresiko untuk gagal.

"Saran saya, jangan pensiun dini sebelum usaha yang dibangun berjalan stabil dan mapan. Sebaiknya upayakan sampai punya tujuh pemasukan dari tempat berbeda. Salah satunya bisa dari tetap bekerja, dan sisa enamnya adalah usaha," ungkapnya

Dia menyarankan persiapan lebih awal bagi individu yang masih berada di usia produktif dan dan ingin pensiun dini suatu saat nanti.

Salah satunya dengan mengupayakan total pengeluaran jauh di bawah total dari passive income.

Passive Income adalah pendapatan yang kita dapatkan tanpa bekerja dan idealnya jika sudah meninggal, pendapatan ini tetap terus mengalir bagi anak dan cucu.

Baca juga: 6 Tips Kuliahkan Anak bagi Orangtua Gaji di Bawah Rp 5 Juta

"Rumusnya memang sangat sederhana, namun pelaksanaannya sangat sulit. Untuk teman- teman pelajar, saran saya mulai terus belajar tentang investasi dan berwirausaha. Ilmu berwirausaha ini juga sangat berguna di dunia kerja, karena hampir semua bidang butuh sudut pandang wirausaha," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com