Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajib Belajar 13 Tahun di RUU Sisdiknas Dukung Ekonomi Nasional

Kompas.com - 20/09/2022, 17:15 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Rencana Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menghadirkan pembaruan wajib belajar 13 tahun dalam draf RUU Sisdiknas dinilai akan menciptakan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Pembaruan tersebut bakal semakin memperkuat pemerintah dalam merealisasikan visi Indonesia Emas 2045.

Baca juga: Kasus Santri Tewas, Ada Kesalahpahaman antara Ponpes Gontor dan Keluarga

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menjelaskan, keputusan Kemendikbud Ristek melakukan pembaruan wajib belajar yang dari sebelumnya 9 tahun menjadi 13 tahun merupakan terobosan baru dalam pendidikan nasional.

Ditambah lagi dengan dimasukannya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ke dalam jenjang pendidikan formal, maka bakal meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Kedua inovasi tersebut, Piter meneruskan, nantinya akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

"RUU Sisdiknas ini harus dilihat secara keseluruhan ada yang berdampak kepada ekonomi dalam jangka panjang. PAUD sebelumnya tidak masuk dalam Wajib Belajar tapi kini ditambahkan. Ini adalah pemikiran cerdas," ucap dia dalam keterangannya, Selasa (20/9/2022).

Dalam draf RUU Sisdiknas, ketentuan wajib belajar 13 tahun diatur pada pasal 7 ayat 2 huruf a & b yang menyebutkan bahwa wajib belajar pada pendidikan dasar bagi warga negara berusia 6 tahun sampai dengan 15 tahun.

Adapun wajib belajar pada jenjang pendidikan menengah bagi warga negara berusia 16 tahun sampai 18 tahun.

Baca juga: 12 Jurusan Kuliah Tersulit, Calon Mahasiswa Tertarik Daftar?

Selanjutnya, RUU Sisdiknas juga memasukkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan bagian dari jenjang pendidikan formal.

Ketentuan tersebut berdasarkan pasal 21 yang berbunyi bahwa jalur pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi.

Menurut Piter, kualitas SDM sangat menentukan terhadap tingkat produktivitas.

Apabila kualitas SDM rendah, umumnya dicirikan dengan tingkat produktifitasnya yang kecil.

 

Sebaliknya, SDM dengan pendidikan yang baik, maka bisa memperbaiki tingkat produktivitas sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi.

"Pendidikan itu menjadi elemen utama. Semua negara maju pasti dicirikan oleh perbaikan SDM," ungkap Piter.

Piter meneruskan Indonesia saat ini tengah mengalami bonus demografi. Bonus ini baru akan terasa manfaatnya apabila struktur demografi di usia kerja diperkuat dengan SDM yang berkualitas.

Apabila kualitas SDM tidak memadai, maka bonus tersebut menjadi bencana demografi.

Generasi muda yang mempunyai kualitas baik akan menjadi berkat bagi perekonomian nasional.

Baca juga: Evalina, Wisudawan Termuda Universitas Brawijaya dengan IPK 3,92

"Kalau yang kita dapat SDM usia muda yang tak punya kualitas, maka akan jadi beban. Arah kita ini sekarang menuju bencana demografi di mana kalau dilihat dari segi pengangguran usia muda besar. Menganggur karena kualitas SDM tak memadai," jelas dia.

Dengan hadirnya wajib belajar 13 tahun dan masuk PAUD ke dalam jenjang pendidikan formal, Piter optimistis visi besar pemerintah untuk mencapai Indonesia Emas 2045 akan terealisasi.

"Harapannya, dengan perbaikan di usia Wajib Belajar ini, kita betul-betul bisa memperbaiki kualitas SDM. Kita tidak mungkin mencapai masa emas kalau kita sendiri tak bisa berhasil memperbaiki SDM," tutur Piter.

Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta, Ki Saur Panjaitan menambahkan, pembaruan wajib belajar 13 tahun dalam RUU Sisdiknas merupakan niat baik pemerintah untuk menghadirkan pendidikan lebih dini kepada masyarakat yang dimulai dari jenjang PAUD.

Baca juga: 10 Problematika Fundamental yang Ada di RUU Sisdiknas

"Kami menyambut positif karena memberikan pendidikan sejak awal. Jangan sampai tidak siap peraturan UU yang dibawahnya dari ketentuan wajib belajar ini," ungkap Ki Saur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com