Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Problematika Fundamental yang Ada di RUU Sisdiknas

Kompas.com - 19/09/2022, 22:03 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pengamat Pendidikan dari Vox Populi Institut, Indra Charismiadji mengaku ada 10 problematika fundamental dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Pertama, kata dia, mengaburkan peran pemerintah sebagai pelaksana dan penanggung jawab usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

Baca juga: PGRI Sampaikan 5 Pesan Ini ke Nadiem Terkait Tunjangan Profesi Guru

Kedua, penghapusan peran aktif masyarakat dalam sistem pendidikan nasional yang seharusnya ditingkatkan, seperti hilangnya Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah.

Ketiga, tidak ada kajian akademis yang komprehensif tentang problematika dan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, lalu tak ada solusi nyata yang ditawarkan.

"Naskah akademik hanya mengambil potongan-potongan pikiran dari beberapa tokoh yang hanya diarahkan untuk melegitimasi program-program Kemendikbud Ristek. Bahkan profil Pelajar Pancasila bukan merupakan turunan eksplisit dari sila-sila Pancasila," ucap dia dalam keterangannya, Senin (19/9/2022).

Keempat, sistem pendidikan nasional yang disusun masih lebih condong ke sistem persekolahan nasional.

"Harusnya antara pendidikan di rumah, sekolah, dan masyarakat seimbang. Pendidikan rumah dan masyarakat harus lebih banyak ditingkatkan porsi dan implementasi nyatanya," jelas dia.

Kelima, terjadi miskonsepsi tentang wajib belajar menjadi kewajiban orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya dan ikut menanggung biayanya.

Di mana seharusnya negara menyediakan akses pelayanan pendidikan formal untuk semua warga negara dan dibiayai penuh oleh negara.

Baca juga: 1,6 Juta Guru Tak Usah Antre Dapat TPG Lewat RUU Sisdiknas

Keenam, tidak ada upaya nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, seperti rekomendasi dari lembaga-lembaga kajian internasional.

Ketujuh, sistem pendidikan nasional masih multisistem dan bertentangan dengan amanat konstitusi.

"Pepres No. 104 tahun 2021 masih menunjukkan bahwa anggaran pendidikan tidak pernah masuk dalam sistem pendidikan nasional," jelas dia.

Kedelapan, RUU Sisdiknas tidak transparan.

Bayangkan saja, sampai hari ini belum ada penjelasan terkait siapa saja tim penyusun RUU Sisdiknas dari pemerintah.

Kesembilan, tidak ada pelibatan publik yang bermakna dalam menggarap RUU Sisdiknas.

"Kemendikbud Ristek justru sibuk membuat flyer, postingan di media sosial (medsos), meme, menggunakan influencer, membuat hadir di diskusi RUU Sisdiknas untuk kalangan yang mendukung saja," tegas dia.

Kesepuluh, belum adanya cetak biru atau grand design terkait pendidikan Indonesia dalam RUU Sisdiknas.

Baca juga: Kasus Santri Tewas, Ada Kesalahpahaman antara Ponpes Gontor dan Keluarga

"Harusnya dibentuk panitia/kelompok kerja nasional yang isinya pakar pendidikan, tokoh pendidikan, perwakilan masyarakat daerah, akademisi, organisasi profesi, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, perwakilan etnis, perwakilan kelompok/golongan, organisasi pelajar dan mahasiswa, pemerintah pusat dan daerah, dan lain sebagainya sebelum menyusun RUU Sisdiknas," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com