Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unair Tanggapi Fenomena "Citayam Fashion Week"

Kompas.com - 19/07/2022, 19:45 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Citayam Fashion Week (CFW) menjadi julukan bagi kumpulan remaja yang berpakaian modis dengan gaya street-style di seputaran jalan Jenderal Sudirman, Dukuh Atas, Jakarta Pusat.

Fenomena ini banyak memperoleh respons dari masyarakat.

Baca juga: Dokter Unair Ungkap Perbedaan Ganja Medis dengan Ganja Rekreasional

Salah satunya dari Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Prof. Rachmah Ida.

Prof. Ida menilai fenomena ini merupakan sebuah contoh ketika anak muda tidak mendapat ruang oleh budaya mainstream yang sering dikuasai oleh mereka yang punya debut.

"Mereka melihat area tersebut merupakan ruang publik baru yang selama ini tidak mereka dapatkan di media massa atau ruang publik yang terlalu elit," ucap dia melansir laman Unair, Selasa (19/7/2022).

Dia mengaku, tren busana yang selama ini disetir oleh kalangan menengah ke atas berusaha diubah oleh fenomena ini.

"Mereka mencoba melakukan dekonstruksi terhadap barang-barang fashion yang tidak dapat dijangkau oleh orang-orang di jalan dengan menyajikan fashion jalanan yang tidak kalah menariknya dengan fashion yang biasa dinikmati oleh kalangan middle-upper class," ungkap dia.

Menurut Guru Besar pertama bidang media di Indonesia itu, busana yang dipakai kumpulan remaja di Citayam Fashion Week itu mengartikulasikan kreativitas dalam berpakaian keren tanpa adanya merek-merek ternama dan elit.

"Mereka ingin mengkomunikasikan bahwa ini adalah urban street fashion yang selama ini termarjinalkan, tidak diperhatikan, dan mungkin bahkan tidak mampu diakomodasi oleh media populer karena dianggap tidak laku," ucap dia.

Baca juga: Usulan Prof. Mochtar Kusumaatmadja Jadi Pahlawan Tunggu Izin Jokowi

Bila dilihat dari tampilan, gaya yang ditunjukan di Citayam Fashion Week cenderung unik dan berbeda.

Prof. Ida menyatakan, hal itu merupakan bentuk dari liberated young people.

Yakni, keinginan anak muda untuk membebaskan diri dari kungkungan kapitalisme melalui busana.

Dia mengaku, keberadaan media sosial TikTok dapat mendorong munculnya subkultur baru.

"TikTok menjadi media sosial gratis yang diminati, termasuk pada middle-lower class. Sehingga subkultur yang selama ini termarjinalkan, tidak ada tempat, bisa menjadi bermunculan," tutur dia.

Dia menegaskan, keberanian kelompok remaja di Citayam Fashion Week menunjukan eksistensi lewat busana, itu juga sebagai sebuah keberanian mengutarakan kebebasan berpakaian.

"Selama ini, secara tidak sadar busana telah dikotak-kotakan. Ini busana identitas desa, identitas kota, dan sebagainya," ujar Dosen Ilmu Komunikasi Unair tersebut.

Prof. Ida memaknai kemunculan fenomena Citayam Fashion Week sebagai kemunculan subkultur yang harus bisa diterima.

Baca juga: Kemendikbud Ristek Dorong Cepat Sekolah Buka PTM 100 Persen

"Jangan hanya budaya yang dimiliki oleh kaum elit saja yang diterima, namun budaya yang lain juga punya kesempatan untuk menunjukan eksistensi identitas mereka," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com