Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen IPB Sarankan Hal Ini untuk Lewati Krisis Pangan

Kompas.com - 18/07/2022, 19:55 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Krisis pangan saat ini tengah menjadi kekhawatiran semua negara di dunia. Banyak faktor yang menyebabkan krisis pangan saat ini terus menjadi sorotan semua negara.

Mulai dari kondisi pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina juga menjadi salah satu penyebabnya.

Dua faktor ini juga menyadarkan Indonesia bahwa kedaulatan pangan merupakan keniscayaan. Pedesaan yang sering diabaikan oleh pemerintah seharusnya menjadi penopang utama bagi negara untuk melewati krisis pangan.

Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Dr Sofyan Sjaf mengatakan, krisis dunia tersebut harus dijadikan remomentum kedaulatan pangan Indonesia.

Baca juga: Intip 5 Alasan Memilih Kuliah di Surabaya

Perang dan inflasi berimplikasi pada kebutuhan pangan

Ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19 menyadarkan bahwa pangan adalah soal hidup mati bangsa. Ia menegaskan, pembangunan ekonomi Indonesia adalah pembangunan sektor pertanian.

"Krisis ini juga memperkuat bahwa desa sebagai basis pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia. Sangat disayangkan fokus pemerintah terhadap sektor pertanian desa masih minim," urai Sofyan Sjaf seperti dikutip dari laman IPB, Senin (18/7/2022).

Menurutnya, dampak perang serta inflasi berimplikasi pada kebutuhan pangan dan distribusinya.

Akibatnya mobilitas logistik pangan antarnegara menjadi terbatas. Hal ini juga mengungkapkan minimnya kesadaran bahwa potensi financial flow konsumsi pangan di pedesaan Indonesia adalah setengah dari pendapatan negara di tahun 2022.

"Perputaran uang di desa untuk konsumsi 45 jenis komoditas pertanian dari studi desa presisi sebanyak Rp 1.169,50 triliun per tahun," imbuh Sofyan Sjaf.

Baca juga: Ini Tujuan Siswa Ikuti MPLS, Bisa Kenali Potensi Diri

Hal ini berarti, krisis ini mempertegas inflasi yang terjadi semakin berbahaya untuk kedaulatan pangan Indonesia.

Menurutnya, potensi sumber daya desa masih tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah. Alokasi dana desa yang dibagikan juga dinilai masih kurang tepat.

Kelembagaan ekonomi rakyat di pedesaan tidak diorientasikan sebagai wadah konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan.

Tidak adanya data akurat atau presisi juga mengakibatkan perencanaan dan implementasi yang sering gagal. Tidak sedikit mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan.

Memberdayakan desa

Menurutnya, tidak ada jalan keluar lain selain memberdayakan desa. Rezim produksi berbasis lokal harusnya didorong untuk mengembalikan senyum petani daripada rezim perdagangan.

Baca juga: Capaian Vaksin Covid-19 Turut Sukseskan PTM 100 Persen

Sentralisasi data desa, problem mindset generasi muda yang bukan menciptakan pasar. Lemahnya sumberdaya di sektor pertanian dan desa juga perlu segera diatasi.

"Cara tepat menanggapi isu dan konflik yang sedang terjadi saat ini adalah dengan membangun kesadaran betapa pentingnya local food production ketika terjadinya gejala globalisasi," ujar Dr Sofyan.

Tata kelola pembangunan pertanian

Menurutnya, pemerintah juga harus melakukan tata kelola pembangunan pertanian berorientasi kedaulatan pangan melalui penguatan dan kebijakan terhadap akses input produksi.

Baca juga: Unpad Mulai PTM Terbatas Oktober Mendatang, Ini Syarat Utamanya

Sehingga tidak lagi bergantung pada sumberdaya non-lokal. Penguatan produksi dan pascaproduksi juga turut didukung dengan inovasi dan pengembangan strategi riset pertanian.

"Di setiap wilayah seharusnya terdapat learning atau farmer center berbasis komoditas," tandas Dr Sofyan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com