Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Menjadi Alat Pameran Belanda, Ini Kisah Perempuan Tempo Dulu

Kompas.com - 23/04/2021, 10:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perjuangan perempuan menghadapi dunia ternyata bisa dirunut dari catatan sejarah.

Salah satunya, sejarah akan kedudukan perempuan selama masa kolonialisme. Banyak sekali catatan sejarah yang merekam derita perempuan.

Termasuk, catatan mengenai cara Belanda mengenalkan perempuan pribumi dengan cara tidak layak ke kaum bangsa Eropa. Salah satunya, mengenalkan perempuan pribumi melalui World Expo menjelang tahun 1900an.

Catatan ini, dibuka kembali oleh Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Indah Tjahjawulan, saat mengisi acara Perempuan-Perempuan Tangguh yang diadakan Fakultas Seni Rupa IKJ, Rabu (21/4/2021).

Baca juga: Semangat Kartini, Peran Perempuan di Bidang Riset Majukan Indonesia

Saat itu, Belanda memilih ikut world tour dan menggunakan anjungan (semacam stand pameran) sebagai media untuk menyampaikan pesan jika pemerintah Belanda memiliki kuasa akan tanah jajahannya yang makmur.

"Jadi pemerintah kolonial ini membangun kampung tiruan di sana. Ada beberapa replika lingkungan di Indonesia dijadikan pameran. jadi tidak hanya berupa pameran suasana lingkungan Indonesia. Masyarakat pribuminya diboyong ke sana, dijadikan pameran betulan, " Kata Indah.

Termasuk, meminta sebagian pribumi menunjukkan keahlian mereka saat menari, berkesenian, berkegiatan sehari-hari sementara di luar panggung mereka ada kaum Eropa yang menonton.

Mirip kebun binatang, kaum Eropa ini menikmati berkeliling stand melihat wujud manusia Indonesia seperti apa. "Terutama saat sekelompok perempuan menari, itu banyak mendapat perhatian bangsa Eropa," Kata dia.

Baca juga: Ponpes Kebon Jambu Al-Islamy, Cetak Ulama yang Memuliakan Perempuan

Dengan ini, Pihak Hindia Belanda bisa meyakinkan warga Eropa ada wajah baru di tanah jajahan yang pantas dijadikan komoditas. Saat itu, wajah pribumi Indonesia yang sedikit bulat, kulit eksotis dan penampilan fisik yang berbeda dengan orang Eropa pada umumnya memang memancing kekaguman tersendiri.

"Setelah itu, orang Eropa makin penasaran dan pastinya ingin tahu tanah aslinya para pribumi, dan bagaimana perempuan Indonesia yang sebenarnya, " Kata dia.

Tidak mudah, kata Indah bagi perempuan pribumi berangkat mengarungi lautan hanya untuk dijadikan alat pameran pihak Hindia Belanda. "Perempuan di sini seolah dijual demi keuntungan para Hindia Belanda," tambah dia.

Oleh karenanya, aksi Hindia Belanda terlibat dalam expo pameran dunia semakin meluas . Mulai dari awalnya hanya sekitaran Eropa, lalu merambah hingga ke Chicago Amerika. Cara Belanda merayu para warga pribumi termasuk kaum perempuan, cukup unik.

Pada awalnya, warga pribumi yang berasal dari Jawa, Sunda dan Melayu termasuk para perempuan ogah ikut Belanda bepergian. Namun bujuk rayu Belanda agaknya berhasil di beberapa orang.

Sebagian orang yang telah pergi ke Amsterdam ini diminta tinggal sebentar lalu disuruh kembali ke Indonesia untuk menceritakan jika mereka bekerja pada Belanda mendapat uang banyak selama di sana.

Baca juga: Syarat Daftar Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Kuliah Gratis dan Jadi CPNS

"Dan orang Kampung Jawa jadi primadona di sana. Karena kulturnya dianggap kuno dan itulah menarik. Dan mereka tidak dibayar. Perjalanan mereka dari Eropa ke Chicago pun dianggap hadiah oleh Belanda," Kata dia.

Seni pun dipegang perempuan

Sementara, Dekan FSR IKJ Anindyo Widito, mengatakan dalam pembahasan kali ini tema yang diangkat adalah “Mengapa Perempuan harus Tangguh?

"Tangguh itu memiliki makna kekuatan, keuletan dan kekukuhan. Dalam konteks ini maka perempuan-perempuan tangguh yaitu para Dosen FSR IKJ memiliki peran ganda yaitu sebagai pendidik sekaligus juga praktisi seni, sebagai periset, penulis, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat”, jelas Anindyo.

Sejak berdiri pada 1970, peran perempuan dalam perkembangan pendidikan terbilang
signifikan, terbukti dari beberapa pembukaan program studi yang “dibidani” perempuan perupa.

Misalnya peran keramikus kontemporer Hildawati Soemantri dan Ananda Moersid dalam mendirikan studio Kriya, Naning Adiwoso yang berperan dalam membangun Desain Interior, lalu Dolorosa Sinaga, Astari Rasjid dan Tris Neddy Santo dalam mempelopori lahirnya program stydi produk Mode Busana.

"Jumlah pemimpin (Dekan Fakultas) dalam 7 (tujuh periode) berturut-turut juga dipegang oleh perempuan. Melalui kepemimpinan tersebut telah lahir generasi muda yang sangat potensial di bidangnya," ujarnya. 

FSR IKJ meyakini bahwa perkembangan seni budaya di tanah air tak dapat dipisahkan dari para lulusan perguruan tinggi, melalui sinergitas antara berbagai pemangku kepentingan arah peradaban bangsa menjadi sangat kuat.

Baca juga: Dapat 10 Juta Per Bulan, Ini Syarat Beasiswa S1/S2 Jurusan Seni

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com