KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan kasus seekor kucing mati setelah diberi obat spray scabies.
Unggahan tersebut diunggah oleh akun TikTok @adys143 pada Senin (13/5/2024).
Dalam unggahan tersebut, terlihat kucing yang bernama El tersebut mati dan diselimuti kain putih sebelum dikuburkan.
Hingga Selasa (15/5/2024), unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 185.000 kali, disukai lebih dari 17.800 akun, dan mendapatkan komentar sebanyak 1.778 akun.
“El udah tenang dan ga sakit lagi yaa. Sudah di confirm ke dokter hewan, el sakit liver bukan karna alergi atau penyakit bawaan, tapi pure karna keracunan zat beracun Trichlorfon yang ada di spray scabies. Terima kasih banyak doa dan dukungannya ya teman-teman,” tulis pengunggah.
Sebagai informasi, scabies merupakan kondisi gatal dan menular pada kulit kucing yang disebabkan oleh tungau di dalam kulit.
Baca juga: Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena Salah Asuhan, Ini Kata Ahli
Pemilik kucing dengan nama El, Anggraeni Dwi Yunita Sari (26) angkat bicara mengenai kasus matinya kucing kesayangannya.
Mulanya, Anggraeni membawa El ke salah satu dokter hewan di Kota Bandung untuk suntik kutu. Di tempat tersebut, dokter menjelaskan bahwa suntikan tersebut dapat juga dipakai untuk jamur dan scabies.
Namun, karena ingin proteksi ganda, ia akhirnya membeli salah satu produk obat khusus scabies yang berbentuk spray dan digunakan dengan cara disemprotkan ke kulit.
Anggraeni mengatakan, produk tersebut memang sedang trending di TikTok dan banyak influencer yang mempromosikannya.
“Saya tertarik karena klaimnya aman apabila terjilat anak bulu (anabul) dan banyak yang bilang sembuh dengan obat itu,” ungkap Anggraeni kepada Kompas.com, Selasa (14/5/2024).
Lalu pada Jumat (3/5/2024), ia memesan obat tersebut melalui official seller di salah satu e-commerce.
Setelah tiba pada Senin (6/5/2024), obat tersebut langsung dipakaikan ke El dengan cara disemprot sekali sebanyak 1-2 kali sehari.
Usai beberapa hari dipakai, pada Rabu (8/5/2024), El mulai menunjukkan gejala seperti selalu tidur dan tidak terlalu aktif.
“Saat itu saya masih menganggap normal karena masih mau makan dan buang air. Pada Kamis (9/5/2024), akhirnya saya tidak menyemprotkannya lagi,” kata Anggraeni.