Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Video Kabut Tebal Selimuti Sejumlah Pantai Gunungkidul pada Siang Hari, Fenomena Apa?

Kompas.com - 22/10/2023, 19:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah video yang menampilkan kondisi Pantai Drini, Gunungkdul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diselimuti kabut tebal di siang hari, viral di media sosial.

Dalam video yang diunggah oleh akun X @merapi_uncover pada Minggu (22/10/2023), terlihat jarak pandang cukup terbatas akibat kabut tebal di pantai.

Pemandangan ini membuat Pantai Drini tampak seperti sedang diguyur hujan deras. Padahal, hujan tidak sedang turun di lokasi tersebut.

Kendati demikian, banyak wisatawan yang masih memadati pantai dan melakukan beragam aktivitas.

Kondisi serupa juga terjadi di Pantai Watu Kodok, Gunungkidul.

Lantas, fenomena apa itu?

Baca juga: Warganet Sebut Kulminasi Bikin Suhu Indonesia Sangat Panas, Ini Kata BMKG

Penjelasan BMKG

Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Jogjakarta Warjono membenarkan adanya fenomena tersebut.

Ia mengatakan, kabut tebal yang menyelimuti sejumlah pantai di Gunungkidul merupakan fenomena biasa.

Menurutnya, fenomena ini terjadi di sepanjang pantai selatan dengan kepekatan kabut yang berbeda-beda.

Ia memastikan bahwa kondisi tersebut tidak berpengaruh pada tinggi gelombang atau fenomena alam lain.

"Tidak berefek, hanya jarak pandang yang berkurang saja," kata Warjono kepada Kompas.com, Minggu (22/10/2023).

Baca juga: BMKG Ungkap Wilayah yang Masuk Musim Hujan 21-31 Oktober 2023, Cek di Sini

Warjono menjelaskan, kabut umumnya disebabkan oleh suhu udara dingin yang diikuti dengan kelembapan udara permukaan.

Hal ini mengakibatkan terjadinya kondensasi berupa pembentukan butiran air yang mengambang di udara dekat permukaan Bumi.

"Oleh karena itu, kabut dapat terjadi pada dini hari hingga pagi hari dan pada saat sore hari hingga menjelang malam hari," jelas dia.

Apabila kabut itu muncul pada siang hari, hal itu akibat adanya lapisan inversi yang menekan uap air, sehingga tidak mampu terangkat naik.

Warjono menuturkan, kabut yang muncul ini disebabkan oleh adanya uap air dari Samudera Hindia yang masuk ke wilayah pantai di Gunungkidul.

"Karena sifat udara seperti balon, di mana pada saat udara dingin akan menyusut dan saat panas akan mengembang, maka saat menyusut pada sore hari, uap air yang ada akan sampai ke permukaan bumi, sehingga menyebabkan kabut," paparnya.

"Biasanya kabut akan hilang seiring pemanasan matahari atau saat kecepatan angin relatif kencang," lanjutnya.

Baca juga: BMKG Ungkap Alasan Sejumlah Wilayah Masih Alami Suhu Panas padahal Area Lain Sudah Diguyur Hujan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com