Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Ungkap Alasan Sejumlah Wilayah Masih Alami Suhu Panas padahal Area Lain Sudah Diguyur Hujan

Kompas.com - 16/10/2023, 12:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah wilayah di Indonesia sudah mulai diguyur hujan, namun beberapa wilayah lainnya justru merasakan suhu panas yang makin terik.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap sejumlah wilayah yang masih mengalami suhu panas, yaitu seperti Semarang (Jawa Tengah), Kabupaten Majalengka (Jawa Barat), dan Kota Makassar (Sulawesi Selatan).

"Beberapa wilayah Indonesia terjadi cukup tinggi dengan kisaran suhu antara 34,8-38,6 derajat Celcius pada siang hari," ujar Senior Forecaster BMKG Anistia Malinda Hidayat kepada Kompas.com, Minggu (15/10/2023).

Lantas, apa penyebab suhu panas masih terjadi di sejumlah wilayah Indonesia sedangkan beberapa wilayah lain sudah mulai hujan?

Baca juga: BMKG Ungkap Sejumlah Wilayah yang Berpotensi Hujan pada 14-19 Oktober 2023, Kota Mana Saja?


Penjelasan BMKG

Ilustrasi suhu panas, cuaca panas di rumah. Kipas angin membantu mengurangi udara panas, membuat keringat cepat menguap dan menjaga udara tetap sejuk.SHUTTERSTOCK/STUDIO ROMANTIC Ilustrasi suhu panas, cuaca panas di rumah. Kipas angin membantu mengurangi udara panas, membuat keringat cepat menguap dan menjaga udara tetap sejuk.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengungkapkan penyebab mengapa beberapa wilayah masih terdera suhu panas padahal wilayah lain sudah didinginkan oleh hujan.

Ia mengatakan, ini terjadi karena luasnya wilayah Indonesia dan dinamika atmosfer yang sagat dinamis.

"Wilayah Indonesia memasuki musim hujan 2023/2024 tidak bersamaan. Indonesia memiliki 2 wilayah utara dan selatan, yang mana pembaginya adalah garis equator," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/10/2023).

"Seperti kita ketahui bahwa garis lintang, baik utara maupun selatan menjadi penentu iklim di wilayah tersebut," sambungnya.

Faktanya, kata Guswanto, saat ini wilayah Indonesia di utara equator sudah banyak memasuki musim hujan, sedangkan wilayah Indonesia di selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara masih musim kemarau.

Ia melanjutkan, fenomena suhu panas terik yang terjadi atau secara meteorologi disebut Suhu Maksimum Harian ini dipicu oleh beberapa kondisi dinamika atmosfer sebagai berikut:

1. Minimnya tingkat pertumbuhan awan

Kondisi cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara didominasi oleh kondisi cuaca yang cerah dan sangat minim tingkat pertumbuhan awan, terutama pada siang hari.

Kondisi ini menyebabkan penyinaran Matahari pada siang hari ke permukaan Bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik.

"Seperti diketahui, bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia terutama di selatan ekuator masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober-November ini, sehingga kondisi cuaca cerah masih cukup mendominasi pada siang hari," terangnya.

Baca juga: BMKG Ungkap 3 Kabupaten/Kota dengan Suhu Terpanas Se-Indonesia

2. Posisi semu Matahari

Guswanto melanjutkan, pada Oktober ini, posisi semu Matahari menunjukkan pergerakan ke arah selatan ekuator.

Ini berarti, sebagian wilayah Indonesia di selatan ekuator termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara mendapatkan pengaruh dampak penyinaran Matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com