Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Punya Data Intel soal Parpol, Pengamat: Penyalahgunaan Wewenang

Kompas.com - 18/09/2023, 18:15 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengungkapkan dirinya mengetahui keinginan partai politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal itu dikatakan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023).

"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi dikutip dari Kompas.com, Sabtu (16/9/2023).

Jokowi menjelaskan informasi itu didapat dari aparat intelijen yang berasal dari Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Hal ini mendapat respons dari sejumlah pihak yang menilai hal tersebut tidak seharusnya dilakukan, karena bisa menjadi penyalahgunaan wewenang. 

Baca juga: Namanya Kerap Dicatut Partai soal Capres-Cawapres, Begini Respons Jokowi


Bukan fungsi intelijen dan penyalahgunaan wewenang

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, soal Jokowi yang menggunakan badan intelijen negara untuk mengetahui partai politik dinilai tidak dibenarkan. 

Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi penyalahgunaan kewenangan. 

"Itu jelas indikasi penyalahgunaan kewenangan kalau sampai presiden menggunakan intelijen negara untuk mengulik aktivitas atau preferensi politik parpol," kata Halili kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

Halili menyebut badan intelijen seperti BIN dan TNI diatur dalam UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Menurut dia, badan intelijen seharusnya menjadi alat keamanan negara yang hanya digunakan presiden untuk mengumpulkan informasi tentang musuh negara.

"Bukan untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politik presiden," tegasnya.

Intelijen memata-matai masyarakat sipil

Presiden Joko Widodo berpidato saat membuka rapat kerja nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023).Dokumentasi/Seknas Jokowi Presiden Joko Widodo berpidato saat membuka rapat kerja nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023).

Ia menyatakan, UU Intelijen Negara dengan jelas melarang intelijen bertugas mengontrol dan memata-matai masyarakat sipil dan masyarakat politik.

Hal ini sesuai dengan Pasal 2 huruf f UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, disebutkan intelijen harus bersikap netral dengan tidak berpihak ke kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan pribadi.

"DPR mesti memanggil presiden untuk meminta penjelasan lengkap terkait hal tersebut," tambah dia.

Halili menegaskan, sikap presiden yang menggunakan intelijen negara untuk mengawasi data menunjukkan keterbatasan kebebasan ruang demokrasi.

Seharusnya, demokrasi membuat rakyat bisa mengontrol kekuasaan presiden. Namun, yang terjadi justru publik dikontrol dan parpol diawasi melalui informasi intelijen.

Ia mengungkapkan intelijen yang mengawasi pribadi dan politisi parpol dapat mengekang kebebasan demokrasi.

"Ada kekhawatiran (keterbatasan) di level pribadi dan potensi terbelenggunya parpol kita," kata dia. 

Data intelijen untuk Indonesia

Sementara itu di sisi lain, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan presiden dinilai berhak mendapatkan laporan rutin dari hasil intelijensi BIN, TNI, maupun Polri terhadap masyarakat Indonesia.

Isi laporan tersebut merupakan data rahasia yang tidak akan diungkapkan ke publik.

Meski begitu, ia mengatakan mungkin presiden punya pertimbangan tertentu yang membuatnya mengungkap keberadaan data partai politik tersebut ke publik.

"Itu pesan rahasia. Kalau presiden menyampaikan (informasi tersebut), itu haknya presiden," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

Menurut Agus, presiden memiliki banyak organ dalam mengatur pemerintahan. Termasuk di antaranya BIN, TNI, Polri, serta para menteri di kabinet.

Agus mengtakan, ketika menteri tidak bisa mendapatkan informasi detail terkait hal-hal yang terjadi di suatu daerah, hal itu bisa dibebankan menjadi tugas ketiga lembaga tersebut.

"TNI memberikan data seputar keamanan dan perbatasan Indonesia. BIN dan Polri menyampaikan data internal di dalam negara. Informasi dari situ digunakan jokowi untuk mengetahui apa yang terjadi di masyarakat," tambahnya.

Agus menyebut, informasi hasil intelijensi yang presiden dapatkan berguna untuk mengambil kebijakan, mengangkat menteri atau pemangku kebijakan, serta memahami situasi politik dan keamanan dalam negara.

Baca juga: Cawe-cawe di Pemilu, Jokowi Dinilai Gagal Pahami Politik Kenegaraan

Halaman:

Terkini Lainnya

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

Tren
Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com