Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cawe-cawe di Pemilu, Jokowi Dinilai Gagal Pahami Politik Kenegaraan

Kompas.com - 30/05/2023, 18:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengaku bakal tetap ikut cawe-cawe dalam Pemilu 2024.

Hal ini diungkapkan Jokowi saat bertemu dengan para pimpinan media nasional dan sejumlah podcaster pada Senin (29/5/2023) di Istana Kepresidenan, Jakarta.

General Manager News and Current Affairs Kompas TV Yogi Nugraha yang juga ikut dalam pertemuan itu mengatakan, Jokowi bahkan menyebut kata cawe-cawe lebih dari tujuh kali.

Menurutnya, cawe-cawe yang dimaksud Jokowi berkaitan dengan momentum siklus 13 tahunan sebuah negara.

"Ya saya untuk hal ini, (konteksnya untuk 13 tahun momentum) saya harus cawe-cawe. Karena untuk kepentingan negara," ujar Yogi menirukan ucapan Jokowi.

"Harus cawe-cawe. Harus ikut untuk tingkat nasional. Tapi Presiden menggarisbawahi, bahwa ini tidak ada kaitan dengan abuse of power sebagai Presiden," sambungnya.

Baca juga: Jokowi Cawe-cawe Pemilu tetapi Janji Hormati Pilihan Rakyat

Gagal pahami politik kenegaraan

Menanggapi hal itu, analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menuturkan, sikap cawe-cawe Pemilu 2024 ini menunjukkan bahwa menurutnya Jokowi gagal memahami praktik politik kenegaraan.

Menurut Ubed, urusan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 merupakan urusan partai politik.

Hal ini dicontohkan oleh dua presiden sebelumnya, yakni Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Jadi cukup partai politik saja yang sibuk urusan capres-cawapres, bukan Presiden. Sebab itulah yang sesuai dengan konstitusi UUD 1945 pasal 6A," kata Ubed saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/5/2023).

Dalam Pasal 6A UUD 1945, disebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.

Apalagi menurutnya, Jokowi di PDI-P hanya seorang petugas partai, bukan ketua umum.

"Ketua umum partai saja, jika menjabat sebagai presiden sebelum pemilu, ia harus tetap netral," kata dia.

Baca juga: Penjelasan Istana soal Cawe-cawe yang Dimaksud Presiden Jokowi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com