Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Pencopotan Aswanto dari Hakim Konstitusi

Kompas.com - 01/10/2022, 20:05 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan mencopot Hakim Konstitusi Aswanto dengan tidak memperpanjang masa jabatannya.

Pencopotoan Aswanto ditandai dengan pengesahan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Muhammad Guntur Hamzah untuk menggantikan Aswanto dalam rapat paripurna DPR, Kamis (29/9/2022).

Pengesahan itu cukup mengejutkan lantaran hal tersebut tidak termasuk ke dalam agenda rapat paripurna DPR.

Baca juga: Ramai soal Menkes Terawan, Kemenkes: Pak MK, Alhamdulillah Sehat

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (30/9/2022), Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan alasan pencopotan Aswanto yang merupakan keputusan politik.

Menurutnya, kinerja Aswanto juga dinilai mengecewakan. Sebab, ada produk-produk dari DPR yang dibatalkan secara sepihak.

"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh," ucapnya.

Baca juga: Sosok Aswanto, Hakim MK yang Mendadak Diberhentikan karena Kerap Anulir Produk DPR

Polemik pencopotan Aswanto

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara.ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara.

Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menuturkan, pencopotan Aswanto dari jabatan sebagai Hakim Konstitusi oleh DPR RI adalah peragaan politik kekuasaan yang melanggar UU dan merusak independensi hakim dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi.

Menurutnya, berdasarkan UU Mahkamah Konstitusi, mekanisme pemberhentian jabatan Hakim Konstitusi dilakukan saat masa jabatan telah habis atau telah mencapai usia 70 tahun sebagaimana norma yang dibuat sendiri oleh DPR dalam revisi ketiga UU MK.

"Jika pun pemberhentian itu dilakukan di tengah masa jabatan, karena tersandung pelanggaran etik atau melakukan tindak pidana, maka pemberhentian hanya bisa dilakukan melalui Keputusan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi," terang Ismail kepada Kompas.com, Jumat (30/9/2022).

Baca juga: Mereka yang Terjerat Korupsi Tahun Ini, dari Rektor hingga Hakim Agung

Langkah DPR mencopot Aswanto dari Hakim MK justru mengabaikan seluruh ketentuan yang termaktub dalam UU MK itu.

"Pencopotan Aswanto jelas menggambarkan penggunaan nalar kekuasaan yang membabi buta," tandas Ismail.

"Peragaan nalar sebagaimana diadopsi DPR akan membonsai kelembagaan dan hakim-hakim MK, khususnya yang berasal dari jalur DPR dan Presiden, karena posisi DPR dan Presiden sebagai pembentuk UU," jelas dia.

Baca juga: DPR Ganti Hakim MK Aswanto, Mahfud Enggan Ikut Campur

Alasan yang keliru dan menyesatkan

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) beserta Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Enny Nurbaningsih (kanan)
ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) beserta Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Enny Nurbaningsih (kanan)

Adapun alasan pencopotan sebagaimana disampaikan oleh Bambang Wuryanto, Ismail menilai bahwa pernyataan tersebut justru keliru dan menyesatkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tips Latihan Beban untuk Pemula agar Terhindar dari Cedera

Tips Latihan Beban untuk Pemula agar Terhindar dari Cedera

Tren
6 Olahraga yang Ampuh Menurunkan Kolesterol Tinggi, Apa Saja?

6 Olahraga yang Ampuh Menurunkan Kolesterol Tinggi, Apa Saja?

Tren
PKS Disebut 'Dipaksa' Berada di Luar Pemerintahan, Ini Alasannya

PKS Disebut "Dipaksa" Berada di Luar Pemerintahan, Ini Alasannya

Tren
Ini yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Hitam Selama Sebulan

Ini yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Hitam Selama Sebulan

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 16-17 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 16-17 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

Tren
Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com