Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Temuan Seaglider di Kepulauan Selayar, Pengamat: Bisa Mengancam Kedaulatan

Kompas.com - 04/01/2021, 19:50 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Polemik mengenai temuan benda yang diduga drone di Kepulauan Selayar Selatan, Sulawesi Selatan akhirnya menemui titik terang.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksaman TNI Yudo Margono memastikan, benda tersebut bukanlah drone laut, melainkan seaglider.

"Saya akan sampaikan tentang alat atau seaglider yang kemarin ditemukan oleh nelayan Desa Najapahit, Selayar, yang mana dari temuan tersebut saya bawa ke Hidrosal, karena di sini adalah lembaga yang berkompeten untuk meneliti adanya peralatan tersebut," ujar Yudo dalam konferensi pers dikutip dari Kompas TV, Senin (4/1/2021).

Baca juga: KSAL Tegaskan Temuan di Selayar Bukan Drone Laut, tetapi Seaglider

Negara pembuat

Dari hasil pemeriksaan sementara, kata Yudo, tidak ada ciri-ciri tulisan yang menjadi penanda negara pembuat seaglider tersebut. 

Menanggapi hal itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi mengatakan, penggunaan seaglider itu mungkin sudah direncanakan.

"Sulit untuk tidak mengatakan bahwa penggunaan sea glider itu bukan sesuatu yang disengaja, bahkan direncanakan," kata Fahmi kepada Kompas.com, Senin (4/1/2021).

Hal itu bukannya tanpa alasan, sebab lokasi penemuan alat tersebut yang berada di kawasan perairan teritorial Indonesia.

Indonesia sendiri sejauh ini juga belum mengeluarkan klaim atas kepemilikan perangkat itu.

Ancam kedaulatan

Menurut Fahmi, temuan itu merugikan kepentingan nasional dan berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia.

"Siapapun pemiliknya, menurut saya perangkat tersebut telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang buruk, berpotensi merugikan kepentingan nasional dan mengancam kedaulatan kita," jelas dia.

Baca juga: Kronologi Temuan Seaglider yang Sempat Dicurigai Drone Laut

Ia menambahkan, seaglider memiliki banyak fungsi terkait intelijen dan pengamanan, terutama untuk operasi-operasi serta pergerakan bawah air.

Selain itu, perangkat itu juga memungkinkan untuk mengetahui data dan informasi strategis menyangkut kedalaman dan lapisan laut yang tentu sangat berguna bagi pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.

Karenanya, pengungkapan pemiliki dan pengguna perangkat itu harus menjadi prioritas utama.

"Jika negara atau pihak penggunanya sudah diketahui, langkah yang harus ditempuh pemerintah pastinya adalah menggunakan saluran diplomatik untuk menyampaikan protes dan peringatan keras. Termasuk mengkaji kemungkinan adanya langkah hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat," ujarnya.

Perangkat deteksi

Selanjutnya, pemerintah dan DPR juga harus segera mendiskusikan langkah yang mesti diambil untuk meningkatkan kemampuan menutup celah rawan ini, dari aspek regulasi hingga kebutuhan perangkat deteksi dan penangkalannya.

Sebab, Fahmi menyebut keamanan laut Indonesia masih menyisakan banyak celah rawan, baik di perbatasan maupun di perairan teritorial.

Baca juga: KSAL: Seaglider Bukan untuk Kegiatan Mata-mata

Hal ini bukan hanya karena persoalan keterbatasan alutsista, tetapi juga karena praktik-praktik buruk dalam pengelolaan keamanan laut belum sepenuhnya hilang.

"Termasuk ego sektoral dan masih belum tuntasnya persoalan tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan keamanan laut," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com