Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

86 Persen Dokter di Inggris Meyakini Puncak Kedua Pandemi Akan Terjadi

Kompas.com - 14/09/2020, 17:34 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hampir 86 persen dokter di Inggris memperkirakan puncak kedua dari pandemi virus corona dalam enam bulan ke depan.

Kesimpulan ini diperoleh dari sebuah survei baru yang dilaksanakan di tengah kasus-kasus Covid-19 yang kembali mengalami peningkatan.

Hari Minggu (13/9/2020), menjadi hari ketiga di mana secara berturut-turut kasus yang dilaporkan di Inggris melewati angka 3.000 kasus.

Angka ini menjadi yang tertinggi sejak Mei, dengan rekor sebelumnya sebanyak 2.837 kasus harian baru.

Kapasitas tes memang telah ditingkatkan dalam beberapa bulan terakhir. Namun, menurut para ahli, hal tersebut tidak dapat menjelaskan seluruh lonjakan kasus yang terjadi baru-baru ini.

Dalam sebuah polling atau jajak pendapat, British Medical Association (BMA) bertanya pada lebih dari 8.000 dokter dan mahasiswa kesehatan di Inggris tentang kekhawatiran utama mereka, mulai dari puncak kedua hingga kelelahan dan tekanan yang dialami.

Baca juga: WHO Catat Rekor Baru Peningkatan Kasus Harian Corona secara Global

Hasil jajak pendapat

Melansir hasil jajak pendapat BMA, hampir 30 persen memilih puncak kedua sebagai kekhawatiran pertamanya.

Secara keseluruhan, 86 persen responden mengatakan, mereka yakin akan terjadinya puncak kedua virus corona dalam enam bulan ke depan.

Saat diberi pertanyaan tentang jenis-jenis faktor yang mungkin menjadi penyebab puncak kedua, hampir 90 persen setuju bahwa kegagalan sistem tes dan trace adalah salah satu yang meningkatkan risiko.

Selain itu, kurangnya langkah pengendalian infeksi di tempat-tempat seperti bar dan restoran.

Sebanyak 86 persen responden juga setuju bahwa pesan membingungkan atau tidak jelas yang dijalankan sebagai langkah kesehatan publik turut menimbulkan risiko tersendiri.

Adapun langkah yang mungkin dilakukan dan disarankan untuk membantu mencegah terjadinya puncak kedua adalah memperbaiki penyampaian pesan ke publik, terus mengampanyekan bekerja atau beraktivitas di rumah.

Sementara, 96 responden mengatakan, sistem tes dan trace yang berfungsi secara penuh juga dapat membantu mencegah terjadinya puncak kedua.

Perhatian terhadap sistem tes dan penelusuran terus meningkat dengan banyaknya laporan tentang orang yang harus menempuh perjalanan jauh untuk melakukan tes atau memperoleh pesan maupun hasil yang tidak tepat.

Melansir The Guardian, Senin (14/9/2020), Ketua Dewan BMA, Dr Chaand Nagpaul mengatakan, hasil survey mencerminkan ketakutan dari para tenaga medis yang harus merawat pasien Covid-19.

"Kami tentu tidak ingin melihat apa yang kami saksikan di bulan April, saat rumah sakit penuh dengan pasien Covid-19 dan ratusan orang minggal setiap hari," kata dia.

Ia menilai, kondisi ini kemungkinan tidak dapat dicegah jika pemerintah tidak segera melakukan aksi cepat.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Pencegahan Penularan Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com