Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Quick Count di Indonesia: Dulu Diragukan, Kini Dinantikan

Kompas.com - 18/02/2024, 12:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pelaksanaan hitung cepat atau quick count, merupakan momen yang ditunggu usai pemungutan suara dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu).

Quick count adalah suatu kegiatan survei menggunakan metode statistik, untuk menghitung hasil pemungutan suara secara cepat, melalui proses penghitungan persentase hasil pemilu di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dipilih secara acak dan representatif.

Berdasarkan UU Pemilu, publikasi hitung cepat hasil pemilu paling cepat 2 jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.

Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada April 2019 menemukan bahwa 81 persen responden menyatakan akan memantau hasil pemilu melalui hitung cepat atau quick count.

Temuan tersebut membuktikan bahwa masyarakat memiliki antusias tinggi untuk memantau hasil pemilu dari hitung cepat.

Sejak penerapan metode hitung cepat untuk pertama kalinya di Indonesia pada 2004, hasil quick count pilpres (pemilihan presiden) memang belum pernah meleset.

Kendati demikian, pada masa perkenalannya di Indonesia, hasil quick count sempat diragukan masyarakat dan menimbulkan ketegangan dengan KPU, selaku penyelenggara pemungutan suara.

Lantas, bagaimana sejarah hitung cepat pemilu atau quick count di Indonesia?

Baca juga: Kenapa Pemilu Pertama di Indonesia Gagal Dilaksanakan pada 1946?

Diuji coba pada era Orde Baru

Sejarah pelaksanaan hitung cepat (quick count) di Indonesia berawal dari inisiatif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).

Sejak 1993, LP3ES mulai mempelajari metode Parallel Vote Tabulation (PVT) untuk hitung cepat, dengan mengirim staf ke lembaga polling di tiga negara, yakni Amerika Serikat (AS), Filipina, dan Korea Selatan.

LP3ES mencoba mengaplikasikanya pada Pemilu 1997, untuk wilayah DKI Jakarta dan pada Pemilu 1999 di beberapa wilayah di Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Hasil yang diperoleh dari perhitungan quick count saat itu sama persis dengan hasil pemilu.

Namun, LP3ES belum berani mempublikasikannya karena khawatir akan berdampak secara politis.

Hasil uji coba yang memuaskan mendorong LP3ES untuk menerapkan metode ini dalam Pemilu Legislatif 5 April 2004 dan Pemilu Presiden 5 Juli 2004.

Saat itu, LP3ES bekerja sama dengan National Democratic Institute for International Affairs (NDI).

NDI adalah organisasi internasional pemantau pemilu yang berpusat di Washington, AS, dan telah menerapkan metode hitung cepat pada pemilu di 10 negara.

Baca juga: Kapan Pemilu Pertama Dilakukan di Indonesia?

Hasil quick count LP3ES-NDI terbilang memuaskan, karena dapat diumumkan sehari setelah pemungutan suara dan mendekati hasil resmi.

Hasilnya hanya berbeda 0,15 persen dari hasil akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Apa gunanya quick count?

Quick count merupakan metode statistik untuk mengetahui hasil pemilihan suara dengan mengambil sampel di sejumlah TPS.

Sampel yang diambil tidak sembarangan, melainkan secara acak dan representatif mewakili karakteristik populasi di Indonesia.

Meski quick count bukan penghitungan resmi yang dilakukan KPU, metode ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Tentu saja dalam hitung cepat terdapat margin of error, tetapi persentasenya sangat sedikit.

Meski hasil akhir tetap di tangan KPU, quick count sangat bermanfaat untuk menghindari dan menekan potensi manipulasi suara.

Baca juga: Partai Pemenang Pemilu Pertama di Indonesia

Terlebih, proses penghitungan suara dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak mudah, mengingat luas wilayah daratan yang terpisah lautan dan jumlah penduduk yang sangat besar.

Karena faktor tersebut, proses penghitungan suara oleh KPU yang mesti cermat dan teliti, bisa berjalan berbulan-bulan.

Quick count hadir untuk menekan kekhawatiran akan manipulasi di tengah proses penghitungan suara tingkat nasional yang membutuhkan waktu lama.

Diragukan rakyat dan dipermasalahkan KPU

Pemilu 2004 merupakan peristiwa bersejarah, di mana rakyat Indonesia untuk pertama kali mengenal sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

Sebelumnya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Menurut pemberitaan Harian Kompas edisi 7 April 2004, cara hitung cepat yang dilakukan saat itu adalah dengan melakukan proyeksi dan analisis pengamatan langsung terhadap penghitungan suara di 1.416 TPS, dengan jumlah suara 289.052 pemilih, yang menjadi sampel dari keseluruhan 2.000 TPS sampel yang tersebar di 32 provinsi Indonesia.

Ketika itu, margin of error dari prediksi diperkirakan tidak lebih dari 1 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Baca juga: Pemilu Tahun 1977: Peserta, Tujuan, dan Pemenang

Pada saat LP3ES menyampaikan hasil hitung cepat Pemilu 2004 satu hari setelah pemungutan suara, banyak masyarakat yang tidak percaya.

Pengumuman hasil quick count oleh LP3ES juga sempat memicu ketegangan dengan KPU.

KPU, selaku penyelenggara pemungutan suara, bahkan sempat mengancam akan mencabut akreditasi LP3ES dan NDI sebagai pemantau pemilu presiden dan wakil presiden.

Berdasarkan pemberitaan Harian Kompas edisi 8 Juli 2004, menurut penilaian KPU, LP3ES-NDI melanggar peraturan sebagai pemantau, seperti diatur dalam Surat Keputusan KPU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemantau, dan Kode Etik Pemantau.

Pelanggaran yang dimaksud adalah, LP3ES-NDI harusnya menyampaikan lebih dulu hasil quick count kepada KPU sebelum dipaparkan ke masyarakat.

Meski tersandung masalah, hasil quick count yang diumumkan LP3ES-NDI pada 6 Juli 2004 tidak meleset jauh dari perhitungan suara oleh KPU yang diumumkan 26 Juli 2004.

Baca juga: Pemilu Tahun 1997: Peserta, Pelaksanaan, dan Pemenang

Hasil quick count LP3ES dan hasil penghitungan resmi KPU pada Pilpres 2004 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Nama capres-cawapres Hasil quick count Hasil penghitungan resmi KPU
SBY-Kalla 33,2 persen suara 33,57 persen suara
Megawati-Hasyim 26 persen suara 26,61 persen suara
Wiranto-Salahuddin Wahid 23,3 persen suara 22,15 persen suara
Amien-Siswono 14,4 persen suara 14,66 persen suara
Hamzah-Agum 3,1 persen suara 3,01 persen suara

Pada pilpres putaran kedua, proyeksi hitung cepat kembali terbukti cukup akurat.

Dinantikan setiap selesai pemungutan suara

Sejak Pemilu 2004, karena tingkat keakuratan hasil quick count sangat tinggi dan tidak pernah meleset dari hasil KPU, quick count menjadi rujukan untuk memantau jalannya pemilu dan menjadi sangat populer di Indonesia.

Peran quick count yang sangat krusial dalam mencegah manipulasi dan dapat memberikan gambaran hasil pemilu secara cepat, akhirnya dirasakan masyarakat.

Banyak lembaga riset atau penelitian yang kemudian juga melakukan penghitungan cepat pada pemilu-pemilu berikutnya, baik untuk pilpres, pileg, atau pilkada.

Hasilnya kemudian disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi, maupun media online.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com