KOMPAS.com - Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo atau dikenal sebagai Gubernur Suryo, adalah gubernur pertama Jawa Timur yang diangkat tidak lama setelah Indonesia merdeka.
Sesaat setelah Gubernur Suryo dilantik, terjadi pergolakan di Surabaya, yang menjadi tempat penyelenggaraan pemerintahannya.
Pergolakan tersebut dikenal sebagai peristiwa 10 November 1945 atau Pertempuran Surabaya.
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya adalah pertempuran terbesar yang terjadi pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Gubernur Suryo tercatat sebagai salah satu tokoh Pertempuran Surabaya 10 November 1945.
Apa peran Gubernur Suryo dalam Pertempuran Surabaya?
Baca juga: Latar Belakang Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya
Sebelum diangkat oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia menjadi Gubernur Jawa Timur, Suryo menjabat sebagai Residen Bojonegoro.
Melansir laman Cagar Budaya Jatim, Gubernur Suryo baru pindah ke Surabaya pada 12 Oktober 1945.
Sejak 19 September, situasi di Surabaya cukup tegang karena datangnya sejumlah pasukan Sekutu, yang diwakili oleh Inggris.
Tujuan kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia saat itu adalah untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan orang-orang Eropa yang menjadi tawanan perang Jepang.
Kedatangan mereka membuat arek-arek Suroboyo (Surabaya) waspada karena Belanda dikhawatirkan akan mengambil kembali Indonesia, yang direnggut Jepang pada 1942.
Pada 19 September terjadi insiden perobekan bendera Belanda di di Hotel Oranje atau Hotel Yamato, yang kini dikenal sebagai Hotel Majapahit.
Baca juga: 6 Tokoh Pertempuran Surabaya
Setelah peristiwa perobekan bendera, sejumlah pejabat militer Belanda terus berdatangan untuk menyiapkan proses pendudukan kembali atas Surabaya.
Niatan Belanda telah diwaspadai oleh tokoh-tokoh di Surabaya, sehingga tidak mengherankan mereka telah mempersiapkan pertahanan kota.
Pada 25 Oktober, pasukan Sekutu mendarat di Surabaya di bawah pimpinan AWS Mallaby.