Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Pemerintah Mengganti Sistem Presidensial ke Parlementer

Kompas.com - 16/03/2023, 21:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pasca-kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 12 September 1945, dibentuk kabinet pemerintahan pertama di Indonesia, yaitu Kabinet Presidensial.

Kabinet Presidensial dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Sesuai nama kabinetnya, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial pada awal kemerdekaan.

Presidensial adalah sistem negara yang dipimpin oleh presiden. Presiden berfungsi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Sayangnya, baru beberapa bulan berjalan, pemerintah Indonesia memutuskan tidak lagi menerapkan sistem presidensial dan berganti ke sistem parlementer.

Lantas, apa alasan pemerintah Indonesia mengganti sistem presidensial ke sistem parlementer?

Baca juga: Sistem Presidensial, Sistem Pemerintah di Indonesia

Mendapat tentangan dari KNIP

Ketika Indonesia menggunakan sistem presidensial, menteri dalam kabinet ditunjuk langsung oleh presiden.

Sebab, kekuasaan tertinggi ada pada presiden selama sistem presidensial diterapkan.

Hal ini kemudian ditentang oleh kalangan sosialis Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang kala itu dipimpin oleh Sutan Sjahrir.

Menurut mereka, sistem ini akan mengarah atau mengacu pada autokrasi dan diktatorisme oleh presiden.

Autokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan absolut atas suatu negara dipegang oleh satu orang saja, sedangkan diktatorisme adalah seorang pemimpin negara yang memerintah secara otoriter.

Akhirnya, pada Oktober 1945, kelompok sosialis ini berhasil menyusun kekuatan dan mendorong dibentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP) untuk mengubah sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer.

Adapun maksud dari sistem pemerintahan parlementer adalah pemegang kekuasaan kepala pemerintahan ada di tangan perdana menteri, bukan lagi presiden.

Lebih lanjut, dibuat pula sebuah petisi yang meminta agar KNIP diubah dari badan penasihat menjadi badan legislatif, sembari menunggu pemilihan untuk membentuk parlemen.

Selanjutnya, pada 7 Oktober 1945, petisi tersebut diserahkan kepada Presiden Soekarno.

Baca juga: Isi dan Tujuan Maklumat 14 November 1945

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com