Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Rumah Dijual di Bawah NJOP, REI Minta BPHTB Turun 2,5 Persen

Kompas.com - 11/10/2021, 19:44 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya meminta pemerintah daerah (pemda) menurunkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk menggairahkan sektor properti.

BPHTB 5 persen yang ditetapkan saat ini masih terbilang tinggi dan jelas sangat memberatkan konsumen pembeli rumah.

"Besaran BPHTB 5 persen itu terlalu tinggi. Memberatkan pembeli rumah," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/10/2021).

Bambang menjelaskan, BPHTB seharusnya dapat diturunkan sama seperti Pajak Penghasilan (PPH) yaitu sebesar 2,5 persen.

"Prinsipnya PPH dan BPHTB itu kan paket untuk memproses Akta Jual Beli (AJB). PPH merupakan kewenangan pemerintah pusat, sementara BPHTB itu di pemda," jelasnya.

Baca juga: Asosiasi Ritel Minta Kenaikan Tarif PPN Ditunda, Ini Alasannya

Bambang juga mengkritisi acuan minimal dari BPHTB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di suatu daerah.

Pasalnya, di tengah pandemi Covid-19, banyak pengembang yang justru menjual properti jauh di bawah harga NJOP.

Seharusnya konsumen membayar BPHTB lebih murah sesuai dengan harga riil rumah yang dibelinya.

Tetapi faktanya mereka tetap harus membayar BPHTB dengan mengacu pada NJOP.

"Jadi banyak sekali sekarang properti di area bisnis utama dijual harga obral, karena nggak ada pembeli yang sanggup bayar dengan harga normal. Makanya nggak jarang harga itu jauh lebih rendah dari harga NJOP," ucap dia.

Bambang mencontohkan, satu unit rumah di Pondok Indah yang biasanya dijual dengan harga Rp 50 juta per meter persegi atau di atas NJOP, kini di tengah Covid-19 pemilik harus menjualnya di bawah NJOP yaitu berkisar Rp 20 juta per meter persegi.

Baca juga: Pengembang Minta Pemerintah Perpanjang Insentif PPN hingga Akhir 2022

"Nah pada saat transaksi PPH dan BPHTB-nya tetap mengacu pada nilai NJOP yang Rp 50 juta per meter persegi, kadang ditambah lagi minimal 20 persen. Ini yang memberatkan," tutur dia.

Besarnya BPHTB ini sangat terasa terutama pada transaksi properti di kota-kota besar seperti di Jabodetabek, Surabaya, Solo, Denpasar, Semarang, Bandung, Yogyakarta dan yang lainnya. 

"Ya karena perkotaan itulah yang sering mengalami kenaikan NJOP. Saat ini setiap tahun NJOP itu malah naik terus," ujar dia. 

Padahal mestinya patokan perhitungan pajak mengacu pada real market yang bisa dievaluasi per tahun oleh Pemda.

"Jadi ada real value sesuai kondisi ekonomi terbaru. Bisa naik, bisa juga turun," cetus Bambang.

Meski demikian, REI mengapresiasi pemerintah pusat yang terus mengeluarkan berbagai kebijakan berupa insentif untuk mendorong agar sektor properti kembali pulih.

Bambang berharap pemda juga turut mendukung kebijakan dalam memberikan kemudahan bagi sektor properti.   

"REI tentu berharap agar Pemda dapat menyesuaikan kebijakan untuk bisa memberi kemudahan baik bagi para pengembang dan juga masyarakat yang membeli properti," pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com