Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Ritel Minta Kenaikan Tarif PPN Ditunda, Ini Alasannya

Kompas.com - 11/10/2021, 07:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja meminta pemerintah untuk meninjau ulang serta menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen pada April 2022.

"Sebaiknya rencana kenaikan tarif PPN ditunda paling tidak untuk selama tiga tahun ke depan atau sampai dengan kondisi perekonomian sudah pulih mormal," kata Alphonzus kepada Kompas.com, Minggu (10/10/2021).

Kenaikan tarif PPN berpotensi untuk menimbulkan berbagai masalah yang akan semakin memberatkan perekonomian nasional, khususnya untuk sektor ritel.

Setidaknya terdapat tiga masalah yang diakibatkan oleh adanya kenaikan tarif PPN tersebut.

Baca juga: Ini Kunci Rahasia Mal Kasta Atas Tetap Jadi Incaran Penyewa

Pertama, kenaikan Tarif PPN semakin mendorong ketidakadilan antara penjual offline dan online.

Sampai dengan saat ini ketentuan perpajakan untuk penjualan online dan offine masih timpang serta terkesan berat sebelah di mana penjualan offline dibebani ketidakadilan perlakuan perpajakan.

Menurut Alphonzus, kenaikan tarif PPN akan semakin memperlebar jurang ketidakadilan perlakuan perpajakan yang pada akhirnya memberatkan kinerja penjualan offline.

"Dampak Covid-19 tidak serta merta tuntas pada saat berbagai pembatasan diakhiri, kenaikan tarif PPN pada saat pandemi masih berlangsung ataupun pada saat perekonomian masih terdampak maka akan semakin memperburuk usaha penjualan offline," jelasnya.

Kedua, kenaikan PPN juga tentu semakin mendorong orang untuk belanja di luar negeri.

Hampir semua negara di belahan dunia khususnya banyak negara tetangga sedang berlomba untuk memberikan berbagai kemudahan dalam sektor perdagangan guna meningkatkan perekonomian masing-masing negara.

Baca juga: 2024 Mendatang, Bekasi Diramaikan Mal Rp 1 Triliun di Grand Wisata

Kenaikan tarif PPN bertolak belakang dengan strategi pemulihan ekonomi di banyak negara, khususnya negara tetangga sehingga akan menjadikan harga barang di Indonesia menjadi lebih mahal.

Ketiga, kenaikan tarif PPN dapat memperburuk daya beli masyarakat kelas menengah bawah akibat terdampak Covid-19.

"Sehingga juga akan semakin memberatkan pemulihan perdagangan dalam negeri yang menjadi salah satu pendorong utama dalam upaya pemulihan perekonomian Indonesia," tambah Alphonzuz.

Untuk diketahui, Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen. Kebijakan ini berlaku April 2022.

Kenaikan tarif tersebut seiring dengan telah disahkannya Undang-undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dalam rapat paripurna DPR RI, Kamis (07/10/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com