Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Myanmar Berlakukan Wajib Militer, Ribuan Pemuda Berusaha Tinggalkan Negara

Kompas.com - 16/02/2024, 16:51 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

YANGON, KOMPAS.com - Junta Militer Myanmar telah mengumumkan wajib militer bagi para pemuda pada Sabtu (11/2/2024).

Merespons kebijakan itu, ribuan pemuda Myanmar tampak berupaya meninggalkan negara.

Seperti halnya yang terjadi pada Jumat (16/2/2024) ini. Ada lebih dari 1.000 orang yang berbaris di luar Kedutaan Thailand di Yangon untuk mendapatkan visa.

Baca juga: Junta Myanmar Berlakukan Wajib Militer bagi Anak Muda

Militer Myanmar pada akhir pekan lalu mengatakan bahwa mereka akan memberlakukan undang-undang yang memungkinkan mereka memanggil semua pria berusia 18-35 tahun dan perempuan berusia 18-27 tahun untuk menjalani wajib militer setidaknya selama dua tahun.

Kebijakan itu lahir seiring dengan perjuangan Militer untuk memadamkan oposisi terhadap kudeta tahun 2021.

Junta menghadapi perlawanan bersenjata yang meluas terhadap kekuasaannya tiga tahun setelah merebut kekuasaan dari pemerintah sipil terpilih dan baru-baru ini mengalami serangkaian kekalahan yang mengejutkan dari aliansi bersenjata kelompok etnis minoritas.

Kedutaan Besar Thailand di Yangon telah dibanjiri oleh para pemuda dan pemudi yang mencari visa untuk keluar dari Myanmar sejak pengumuman pada Sabtu lalu bahwa "Hukum Dinas Militer Rakyat" akan diberlakukan.

Pada Jumat, seorang wartawan AFP melihat antrean antara 1.000 hingga 2.000 orang mengular di jalan-jalan dekat kedutaan di pusat kota Yangon.

Padahal sebelum adanya pengumuman wajib militer antrean tidak pernah lebih dari dari 100 orang per hari.

Kedutaan mengatakan bahwa mereka mengeluarkan 400 tiket bernomor setiap hari untuk mengatur antrean.

Baca juga: Baku Tembak di Perbatasan Myanmar-Bangladesh, Penjaga Lari Cari Perlindungan

Seorang mahasiswa, Aung Phyo (20) mengatakan bahwa ia tiba di kedutaan pada pukul 8 malam pada Kamis (15/2/2024) dan tidur di dalam mobilnya sebelum mulai mengantre pada tengah malam.

"Kami harus menunggu selama tiga jam dan polisi membuka gerbang keamanan sekitar pukul 3 pagi dan kami harus berlari ke depan kedutaan untuk mencoba mendapatkan tempat untuk mendapatkan token," katanya kepada AFP, dengan menggunakan nama samaran karena khawatir akan keselamatannya.

"Setelah kami mendapatkan token, orang-orang yang tidak mendapatkannya masih mengantri di depan kedutaan dengan harapan mereka akan memberikan tambahan," tambahnya.

Undang-undang ini dibuat oleh junta sebelumnya pada tahun 2010 namun tidak pernah digunakan dan tidak jelas bagaimana sekarang akan ditegakkan.

Tidak ada rincian yang diberikan tentang bagaimana mereka yang dipanggil akan bertugas, namun banyak anak muda yang tidak ingin menunggu dan mencari tahu.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com