Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kudeta Myanmar Timbulkan Perang Saudara, Warga Sipil Menderita

Kompas.com - 02/01/2024, 21:38 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Justin Higginbottom/DW Indonesia

SAGAING, KOMPAS.com - Di siang hari di bulan Oktober saat itu terasa sangat terik. Yay Chan hanya dapat memandang desanya dari bukit tempat dia berdiri di wilayah Sagaing di barat Myanmar.

Di depannya terdapat lahan pertanian subur di Kotapraja Kale. Lahan itu tampak hijau berpendar setelah diguyur hujan, membentang hingga ke sisa reruntuhan desa Yae Shin, tempat Yay Chan berasal.

Ketika angkatan bersenjata Myanmar pertama menyerang Yae Shin, tempat berlangsungnya protes setelah kudeta militer pada Februari 2021, Yay Chan bergabung dengan pasukan pertahanan lokal untuk menahan serangan tersebut dengan menggunakan senapan berburu.

Baca juga: Kisah Gadis 18 Tahun Jadi Pasukan Drone, Siap Serang Junta Militer Myanmar

Kekuatan perlawanan di desa tersebut hanya berjumlah sekitar 100 orang. Ketika militer kembali berkuasa pada tahun berikutnya, mereka pun tidak bisa berkutik.

"Awalnya kami hanya protes. Dan ketika militer menyerbu wilayah kami, kami bertahan melawan mereka. Setelah bentrokan ketiga, seluruh desa kami dibakar oleh tentara junta," kata Yay Chan.

Sagaing, "sarang" perlawanan terhadap kekuasaan militer

Pria berusia 37 tahun ini kini menjadi administrator di kamp pengungsi internal (IDP). Di sini hidup sekitar 1.800 orang, sebagian besar berasal dari desa Yae Shin yang telah hancur.

Mereka sepenuhnya bergantung pada sumbangan. Hanya ada sedikit pekerjaan dan hampir tidak ada fasilitas medis.

Sebagian dari mereka beruntung karena sempat menukar sebagian besar lahan pertanian produktif milik keluarga dengan pertanian subsisten di lahan kecil.

Gunung berhutan di dekatnya menjadi tempat perlindungan terakhir, tempat penduduk siap mengungsi saat mendengar suara pertama pesawat atau artileri.

"Kadang mereka (militer) menculik orang-orang dari desa lain dan menggunakan mereka sebagai tameng manusia untuk bergerak maju. Jet mereka juga mengebom desa kami. Keluarga-keluarga terpisah dan melarikan diri," kata Yay Chan.

Militer telah menghancurkan sekitar 75.000 rumah sejak mengambil alih kekuasaan, menurut kelompok pemantau Data for Myanmar. Lebih dari dua pertiga wilayah yang dikuasai berada di daerah Sagaing.

Sejak kudeta, media sering menyebut wilayah mayoritas etnis Bamar ini sebagai "sarang" perlawanan terhadap kekuasaan militer. Memang, salah satu pertempuran pertama terjadi di daerah ini.

Sejak itu, lembah tersebut telah dikuasai oleh pasukan anti-junta dan militer serta milisinya.

Baca juga: BBM Langka di Yangon Myanmar, Puluhan Kendaraan Antre di SPBU

Penyintas junta berjuang lawan sakit fisik dan emosional

Mg Si (39) adalah salah satu dari mereka yang selamat. Dia dan empat temannya mengangkat senjata melawan militer segera setelah kudeta. Tak lama kemudian dia terluka akibat ranjau darat. Pecahan peluru masuk ke punggungnya, melumpuhkannya dari pinggang ke bawah.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com