ISLAMABAD, KOMPAS.com - Pada pemilu Pakistan, kedua kandidat yang sama-sama mantan perdana menteri mengklaim kemenangannya secara terpisah.
Terkait hal itu, Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa pada Jumat (9/2/2024) menyatakan keprihatinannya mengenai proses pemilu tersebut.
Beberapa pihak itu mendesak untuk dilakukannya penyelidikan atas adanya dugaan penyimpangan.
Baca juga: Hasil Awal Pemilu Pakistan, Nawaz Sharif Unggul
Diketahui, pertarungan utama terjadi antara partai mantan perdana menteri Nawaz Sharif dan kandidat yang didukung oleh mantan perdana menteri Imran Khan.
Sebagaimana diberitakan Reuters pada Sabtu (10/2/2024), pemilu Pakistan diadakan untuk mendapatkan 265 kursi di majelis nasional dan sebuah partai politik membutuhkan 133 kursi agar menang.
AS dan UE sama-sama menyebutkan tuduhan adanya campur tangan, termasuk penangkapan aktivis, serta klaim adanya penyimpangan, campur tangan, dan penipuan harus diselidiki sepenuhnya.
Khan dipenjara dan partainya, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), dilarang mengikuti pemilu.
Partai independen, sebagian besar didukung oleh Khan, memenangkan kursi terbanyak 98 dari 245 kursi dihitung pada pukul 18.30 waktu setemat. Sementara partai Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) pimpinan Sharif memenangkan 69 kursi.
Khan yakin militer yang kuat berada di balik tindakan keras untuk memburu partainya, sementara para analis dan penentangnya mengatakan Sharif didukung oleh para jenderal.
Baca juga: Di Pemilu Pakistan Hari Ini, 5 Orang Tewas Akibat Serangan Militan
Pernyataan UE mencatat kurangnya kesetaraan, membuka jendela baru, menghubungkan hal tersebut dengan ketidakmampuan beberapa aktor politik untuk ikut serta dalam pemilu dan pembatasan terhadap kebebasan berkumpul, kebebasan berekspresi dan akses internet.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan ada pembatasan yang tidak semestinya, membuka jendela baru pada kebebasan berekspresi dan berkumpul, serta mencatat adanya kekerasan dan serangan terhadap pekerja media.
Beberapa anggota parlemen Amerika seperti anggota Partai Demokrat Ro Khanna dan Ilhan Omar juga menyatakan keprihatinannya.
"Militer ikut campur dan mencurangi hasil pemilu," terang Khanna.
Baik Khanna maupun Omar mendesak Departemen Luar Negeri untuk tidak mengakui pemenang sampai penyelidikan dilakukan terhadap tuduhan pelanggaran.
Awal pekan ini, kantor hak asasi manusia PBB mengecam kekerasan, membuka jendela baru terhadap partai politik dan kandidat.