Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Kenapa India Ingin Ganti Nama Jadi Bharat

Kompas.com - 11/09/2023, 12:05 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Murali Krishnan (New Delhi)/DW Indonesia

NEW DELHI, KOMPAS.com - Undangan makan malam yang dikirimkan pada Selasa (5/9/2023) oleh Presiden India Droupadi Murmu kepada para pemimpin negara yang menghadiri KTT G20 di New Delhi justru menuai kontroversi karena menyebutnya sebagai "Presiden Bharat", nama Sanskerta yang juga berarti India.

Penggunaan "Bharat" dalam undangan diplomatik itu telah memicu kekhawatiran bahwa pemerintah nasionalis Hindu Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi tengah berencana untuk menghapus penggunaan resmi nama negara itu.

Selain itu, Pemerintah India juga akan mengadakan sebuah sesi parlemen istimewa selama lima hari pada akhir bulan ini untuk mengajukan resolusi khusus yang membahas prioritas penggunaan nama Bharat.

Baca juga: India Berencana Ganti Nama Menjadi Bharat

Banyaknya nama di India

Bahasa yang digunakan dalam Pasal 1 Konstitusi India menyatakan bahwa "India, yaitu Bharat, akan menjadi sebuah kesatuan negara-negara bagian", merujuk pada penamaan baik dalam bahasa Inggris maupun Hindi.

India memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1947, setelah hampir 200 tahun di bawah kekuasaan Inggris.

Undangan makan malam G20 ini menuai kontroversi karena menggunakan nama Bharat.AP PHOTO/ALTAF QADRI via DW INDONESIA Undangan makan malam G20 ini menuai kontroversi karena menggunakan nama Bharat.
Nama Bharat berasal dari bahasa Sanskerta dan penerapannya bukanlah hal yang aneh karena Bharat dan India digunakan secara bergantian. 

Namun, partai-partai oposisi India, yang juga telah membentuk sebuah aliansi baru untuk menentang Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, dalam pemilihan parlemen yang akan diselenggarakan tahun depan, mengatakan bahwa BJP telah membuat kesalahan dengan mengusulkan agar nama India tidak lagi digunakan.

"Meskipun tidak ada keberatan konstitusional untuk menyebut India sebagai 'Bharat', yang merupakan salah satu dari dua nama resmi negara ini, saya harap pemerintah tidak akan begitu bodoh untuk sepenuhnya membuang 'India', yang memiliki nilai merek yang tak terhitung yang telah dibangun selama berabad-abad," ujar Shashi Tharoor, seorang pemimpin senior dari partai oposisi utama Kongres Nasional India (INC), di akun resmi X-nya, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

"Kita harus terus menggunakan kedua kata tersebut daripada melepaskan klaim atas nama yang sarat dengan sejarah, nama yang diakui di seluruh dunia," tambah Tharoor.

Mehbooba Mufti, seorang mitra aliansi oposisi dari wilayah Jammu dan Kashmir, juga mengatakan bahwa "keengganan BJP terhadap prinsip dasar persatuan dalam keragaman India telah menyentuh titik terendah yang baru."

"Dengan mengurangi banyak nama India dari Hindustan dan India menjadi hanya Bharat, menunjukkan betapa licik dan intoleransi mereka," tulisnya di X.

Baca juga: Apa Itu Bharat yang Dirumorkan Jadi Pengganti Nama India?

Bharat adalah masalah 'kebanggaan nasional'

BJP mengatakan bahwa menggunakan Bharat, bukan India, justru akan menanamkan rasa kebanggaan nasional dan memperkuat warisan budaya yang sangat kaya di negara ini.

"Hal ini seharusnya sudah dilakukan sejak awal. Presiden telah memberikan prioritas pada 'Bharat'. Ini merupakan pernyataan terbesar yang keluar dari pola pikir kolonial," Dharmendra Pradhan, seorang menteri dalam kabinet Modi, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers.

Anurag Thakur, Menteri Informasi dan Penyiaran India, tampaknya mengkritik orang-orang yang justru menentang penggunaan Bharat, dengan mengatakan, "Ketika mereka pergi ke luar negeri, mereka mengkritik Bharat. Ketika mereka berada di India, mereka keberatan dengan nama Bharat." 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

Global
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Rangkuman Hari Ke-813 Serangan Rusia ke Ukraina: Xi Jinping dan Putin Buat Kesepakatan | Zelensky Akui Situasi Sulit di Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-813 Serangan Rusia ke Ukraina: Xi Jinping dan Putin Buat Kesepakatan | Zelensky Akui Situasi Sulit di Kharkiv 

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com