Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor AS: Jakarta Tenggelam Jauh Lebih Cepat

Kompas.com - 02/06/2023, 14:45 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Daratan Kota New York telah tenggelam sebagian karena dibebani oleh gedung-gedung pencakar lainnya, dan kota ini bukanlah satu-satunya kota pesisir yang bernasib serupa.

Berhubung permukaan laut juga meningkat, bisakah kota-kota ini diselamatkan?

Pada 27 September 1889, para pekerja menyelesaikan bagian terakhir pada The Tower. Gedung 11 lantai itu, berkat struktur kerangka bajanya, dianggap sebagai gedung pencakar langit pertama di Kota New York.

Baca juga: Bunga Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung 3,4 Persen, RI Kena Jebakan Utang China?

The Tower Building telah lama hilang, namun pembangunannya menandai dimulainya pesta konstruksi yang masih terus berlanjut.

Di Kota New York seluas 777 kilometer persegi, terdapat 762 juta ton beton, kaca dan baja, berdasarkan perkiraan para peneliti United States Geological Survey (USGS).

Meskipun data itu menggeneralisasi jenis-jenis material bangunan, jumlah yang luar biasa itu belum termasuk perlengkapan dan furnitur di dalam jutaan bangunan itu.

Data itu juga belum termasuk infrastruktur transportasi yang menghubungkan satu sama lain, serta 8,5 juta orang yang menghuninya.

Seluruh bobot itu berdampak luar biasa terhadap tanah tempat material dibangun.

Tanah itu, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan Mei, tenggelam 1-2 milimeter per tahun, sebagian disebabkan oleh tekanan dari bangunan-bangunan di atasnya.

Menurut para ahli, itu juga dipengaruhi penurunan muka tanah terhadap permukaan laut, di mana kenaikan permukaan laut relatif adalah sebesar 3-4 milimeter per tahun.

Angka itu terdengar kecil, namun selama beberapa tahun terakhir, ini telah memicu persoalan signifikan bagi kota-kota pesisir.

Baca juga: Sambut Ramadhan, Raja Salman Salurkan 44 Ton Paket Bantuan Pangan, Jakarta Kebagian

New York mengalami penurunan muka tanah

New York telah mengalami penurunan muka tanah sejak akhir zaman es.

Terbebas dari beban lapisan es, beberapa daratan di Eastern Seaboard meluas, sementara bagian lain dari daratan pesisir, termasuk bongkahan di mana Kota New York berlokasi tampak menetap.

“Relaksasi itu menyebabkan penurunan,” kata Tom Parsons, seorang ahli geofisika di Pusat Ilmu Pesisir dan Kelautan Pasifik USGS di Moffett Field, California dan salah satu dari empat penulis studi tersebut.

Tapi, kata dia, bobot yang sangat berat dari area kota yang dibangun turut memperburuk penurunan ini.

Parsons menyebut ini adalah fenomena global.

"Kota New York dapat dilihat sebagai perwakilan dari kota-kota pesisir lainnya di AS dan dunia yang populasinya terus bertambah akibat orang-orang yang bermigrasi ke kota tersebut, terkait urbanisasi, yang juga menghadapi kenaikan permukaan air laut," jelas dia.

Ada berbagai alasan mengapa kota-kota pesisir tenggelam, namun infrastruktur yang dibangun manusia berperan menurunkan tanah.

Skala infrastruktur ini sangat luas. Pada 2020, massa objek buatan manusia melampaui massa makhluk hidup.

Adakah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan kota-kota, yang beberapa di antaranya berpenduduk ratusan juta, agar tidak tenggelam?

Baca juga: Viral, Video Reporter Malaysia Bawakan Berita Sambil Naik Ojol di Jakarta

Jakarta tenggelam lebih cepat

Jakarta semakin rentan terhadap banjir rob akibat perpaduan antara penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut.GETTY IMAGES via BBC Indonesia Jakarta semakin rentan terhadap banjir rob akibat perpaduan antara penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut.

Beberapa kota di seluruh dunia, seperti Jakarta, tenggelam jauh lebih cepat dibandingkan yang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Global
Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Global
30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Internasional
Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Global
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

Global
Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Global
Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

Global
Panglima Ukraina: Situasi Garis Depan Memburuk, Rusia Unggul Personel dan Senjata

Panglima Ukraina: Situasi Garis Depan Memburuk, Rusia Unggul Personel dan Senjata

Global
Jam Tangan Penumpang Terkaya Titanic Laku Dilelang Rp 23,75 Miliar

Jam Tangan Penumpang Terkaya Titanic Laku Dilelang Rp 23,75 Miliar

Global
Rusia Masuk Jauh ke Garis Pertahanan Ukraina, Rebut Desa Lain Dekat Avdiivka

Rusia Masuk Jauh ke Garis Pertahanan Ukraina, Rebut Desa Lain Dekat Avdiivka

Global
Filipina Tutup Sekolah 2 Hari karena Cuaca Panas Ekstrem

Filipina Tutup Sekolah 2 Hari karena Cuaca Panas Ekstrem

Global
Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina di Wilayah Barat

Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina di Wilayah Barat

Global
Intel AS Sebut Putin Tidak Perintahkan Pembunuhan Navalny

Intel AS Sebut Putin Tidak Perintahkan Pembunuhan Navalny

Global
Sosok Subhash Kapoor, Terduga Pencuri Artefak Majapahit di New York

Sosok Subhash Kapoor, Terduga Pencuri Artefak Majapahit di New York

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com