Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Erdogan Bisa Menang Pilpres Turkiye Saat Negaranya Krisis?

Kompas.com - 29/05/2023, 10:14 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

ANKARA, KOMPAS.com - Setelah dua dekade berkuasa dan lebih dari selusin pemilihan umum, pemimpin otoriter Turkiye Recep Tayyip Erdogan tahu persis cara memikat massa. Pada sebuah pertemuan sopir taksi di Istanbul, mereka tergila-gila kepadanya.

Dia mengendalikan kerumunan bagaikan seorang konduktor orkestra. Mereka bersorak dan bertepuk tangan--dan mencemooh oposisi--hanya dengan isyarat darinya. Tempat itu adalah pusat konvensi tepi laut di Istanbul, dibangun ketika ia menjabat sebagai wali kota.

Pawai mencapai puncaknya ketika sang presiden menyampaikan salam perpisahannya: "Satu Bangsa, Satu Bendera, Satu Tanah Air, Satu Negara." Saat itu, banyak pengemudi yang sudah tua berdiri, meninju udara atau mengangkat satu tangan untuk memberi hormat.

Baca juga: Erdogan Menang Pilpres Turkiye, Jadi Presiden 3 Periode, Janjikan Persatuan

Ayse Ozdogan, seorang perempuan berpakaian konservatif, datang lebih awal bersama suaminya yang bekerja sebagai sopir taksi untuk mendengar pidato sang pemimpin. Sebuah kruk bersandar di kursi kosong sebelah tempat dia duduk. Perempuan itu berjalan saja sulit, tetapi dia memaksakan diri untuk datang.

Pesan nasionalis sang presiden memikat banyak orang di kerumunan, termasuk Kadir Kavlioglu, pria berusia 58 tahun yang sudah 40 tahun menjadi sopir minibus. "Karena kami mencintai Tanah Air dan bangsa kami, kami berjalan dengan mantap di belakang presiden."

"Kami bersamanya di setiap langkah," katanya. "Mau harga kentang dan bawang naik atau turun. Presidenku yang tercinta adalah harapan kami."

Ketika warga Turkiye pergi ke bilik suara awal bulan ini, mereka tidak memilih dengan dompet mereka. Harga makanan sedang meroket. Inflasi berada di level 43 persen.

Tetapi Presiden Recep Tayyip Erdogan--yang mengendalikan ekonomi dan banyak hal lain di sini--tetap menjadi yang terdepan dengan perolehan suara 49,5 persen. Itu membingungkan para analis dan menjadi sebuah pelajaran--jangan terlalu percaya pada survei.

Negara yang terpolarisasi

Saingannya, Kemal Kilicdaroglu, pemimpin oposisi yang beraliran sekuler, mendapat 44,9 persen. Jadi, para pemilih di negara yang terpolarisasi ini terpecah--kedua belah pihak berlawanan tegas tetapi bedanya hanya empat persen.

Kandidat ultra-nasionalis, Sinan Ogan, tak disangka mendapat 5,2 persen, mendorong pilpres ke putaran kedua yang berlangsung pada Minggu (28/5/2023). Ogan sekarang telah mendukung Presiden Erdogan.

Mengapa sebagian besar pemilih tetap memilih Erdogan kendati dilanda krisis ekonomi, serta respons lambat pemerintah terhadap bencana gempa pada bulan Februari yang menewaskan sedikitnya 50.000 orang?

"Saya rasa dia adalah politisi Teflon (terhebat)," kata Profesor Soli Ozel, dosen hubungan internasional di Universitas Kadir Has Istanbul. "Dia juga punya daya tarik bagi masyarakat umum. Anda tidak bisa menyangkalnya. Dia memancarkan kekuatan. Itu satu hal yang tidak dilakukan Kilicdaroglu."

Kilicdaroglu, yang didukung oleh aliansi oposisi beranggotakan enam partai, dahulu memancarkan harapan, serta menjanjikan kebebasan dan demokrasi.

Namun setelah kekecewaan pada putaran pertama, dia berbelok tajam ke kanan. Sekarang citranya tidak lagi seorang kakek yang perhatian melainkan seorang nasionalis garis keras. "Ini perlombaan ke bawah," menurut seorang jurnalis Turkiye.

Baca juga: Kata-kata Erdogan Setelah Menang Tipis di Pilpres Turkiye 2023

"Saya mengumumkan di sini bahwa saya akan mengirim semua pengungsi kembali ke rumah mereka begitu saya terpilih sebagai Presiden, titik," kata Kilicdaroglu pada pawai pemilihan baru-baru ini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com