Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Sri Lanka Terus Memburuk, Listrik Dipadamkan 10 Jam Tiap Hari Secara Nasional

Kompas.com - 30/03/2022, 13:44 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

KOLOMBO, KOMPAS.com - Sri Lanka pada Rabu (30/3/2022) mulai memberlakukan rekor pemadaman listrik harian 10 jam secara nasional karena kehabisan listrik tenaga air dan kekurangan bahan bakar yang parah.

Negara Asia Selatan berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948. Kekurangan mata uang asing yang parah membuat negara tidak bisa membiayai impor.

Baca juga: Krisis Ekonomi Sri Lanka Memburuk, Warga Tewas Saat Antre Bahan Bakar Minyak

Perusahaan monopoli listrik negara mengatakan pihaknya memberlakukan pemadaman listrik 10 jam, naik dari pemadaman tujuh jam sejak awal bulan, karena tidak ada minyak untuk menyalakan generator termal.

Lebih dari 40 persen listrik Sri Lanka dihasilkan dari air, tetapi sebagian besar waduk hampir habis karena tidak ada hujan, kata para pejabat dilansir dari AFP.

Sebagian besar produksi listrik berasal dari batu bara dan minyak. Keduanya diimpor, tetapi pasokannya terbatas karena negara tersebut tidak memiliki cukup devisa untuk membayar pasokan.

Sementara itu, pengecer bahan bakar utama, Ceylon Petroleum Corporation (CPC) milik negara, mengatakan tidak akan ada diesel di negara itu setidaknya selama dua hari.

CPC mengatakan kepada pengendara yang menunggu dalam antrian panjang di pompa bensin untuk pergi, dan kembali hanya setelah solar yang diimpor dibongkar dan didistribusikan.

Baca juga: China Danai Proyek Dubai Baru di Sri Lanka, Akankah Jadi Pusat Ekonomi Dunia?

Harga bahan bakar juga sering dinaikkan, dengan bensin naik 92 persen dan solar naik 76 persen sejak awal tahun.

Pemerintah membutuhkan waktu 12 hari untuk mendapat 44 juta dollar AS (Rp 630 miliar) untuk membayar pengiriman terbaru gas LPG dan minyak tanah, kata para pejabat.

Kolombo memberlakukan larangan impor yang luas pada Maret 2020, untuk menghemat mata uang asing yang dibutuhkan untuk membayar utang luar negerinya yang senilai 51 miliar dollar AS (Rp 731 miliar).

Tapi ini telah menyebabkan kelangkaan barang-barang penting yang meluas dan kenaikan harga yang tajam.

Banyak rumah sakit telah menghentikan operasi rutin, dan supermarket terpaksa menjatah makanan pokok, termasuk beras, gula, dan susu bubuk.

Baca juga: Sri Lanka Batalkan Ujian Semester Sekolah karena Kehabisan Kertas

Pemerintah mengatakan sedang mencari bailout dari Dana Moneter Internasional sambil meminta lebih banyak pinjaman dari India dan China.

Krisis ekonomi Sri Lanka diperparah oleh pandemi Covid-19, yang melumpuhkan pariwisata dan pengiriman uang.

Banyak ekonom juga menyalahkan salah urus pemerintah termasuk pemotongan pajak dan defisit anggaran selama bertahun-tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com