Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Ekonomi Sri Lanka Memburuk, Warga Tewas Saat Antre Bahan Bakar Minyak

Kompas.com - 20/03/2022, 22:30 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

COLOMBO, KOMPAS.com - Sedikitnya dua orang di Sri Lanka tewas saat menunggu dalam antrean panjang untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM), kata para pejabat Minggu (20/3/2022).

Kelangkaan BBM yang meluas telah menyebabkan kesengsaraan dan kesulitan di seluruh negara pulau itu.

Baca juga: Sri Lanka Batalkan Ujian Semester Sekolah karena Kehabisan Kertas

Negara Asia Selatan itu kini berjuang melawan krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya sebagai negara merdeka.

Minimnya cadangan devisa negara membuatnya tidak lagi mampu mengimpor, sehingga pasokan barang-barang penting menyusut.

Pengemudi terpaksa menunggu berjam-jam di luar pompa bensin untuk mendapatkan bensin.

Pemerintah Sri Lanka juga telah memberlakukan pemadaman bergilir, karena utilitas listriknya tidak mampu lagi membayar cukup minyak asing untuk memenuhi permintaan.

Polisi mengatakan seorang pria berusia 70 tahun, yang sedang mengantre untuk membeli bensin, pingsan dan meninggal di sebuah pompa bensin di pinggiran ibukota Kolombo pada Minggu (20/3/2022).

Itu adalah kematian kedua dalam beberapa hari, setelah seorang lelaki tua lainnya pingsan di Kandy sambil menunggu minyak tanah untuk digunakan sebagai bahan bakar kompor, menurut konfirmasi polisi di kota itu.

Warga mengantre untuk membeli minyak tanah untuk keperluan rumah tangga di sebuah SPBU di Kolombo pada 17 Maret 2022. AFP PHOTP/ISHARA S. KODIKARA Warga mengantre untuk membeli minyak tanah untuk keperluan rumah tangga di sebuah SPBU di Kolombo pada 17 Maret 2022.

Baca juga: China Danai Proyek Dubai Baru di Sri Lanka, Akankah Jadi Pusat Ekonomi Dunia?

Laporan media lokal mengatakan beberapa wanita, yang berdiri di bawah terik matahari untuk membeli gas untuk memasak, pingsan di beberapa lokasi di seluruh pulau selama akhir pekan.

Pengiriman minyak dan bahan bakar gas cair telah berhenti di pelabuhan utama Kolombo, dengan importir tidak dapat mengumpulkan cukup mata uang asing untuk membayarnya.

Pandemi Covid-19 mencekik sektor pariwisata Sri Lanka, penghasil devisa utama negara itu. Pengiriman mata uang asing dari pekerja di luar negeri juga menurun.

Pihak berwenang mengumumkan pekan lalu bahwa negara itu akan mencari dana talangan IMF, untuk menyelesaikan krisis utang luar negeri yang memburuk dan menopang cadangan.

Lembaga pemeringkat dan analis asing meragukan kemampuan Sri Lanka, yang kekurangan uang untuk membayar utang luar negeri senilai 51 miliar dollar AS (Rp 731,3 triliun).

Sebesar 6,9 miliar dollar AS (Rp 98,9 triliun) dari utang itu akan jatuh tempo pembayarannya tahun ini.

Baca juga: Muslim di Sri Lanka Dihantui Diskriminasi dan Kekerasan, Dijadikan Musuh Baru Pasca-perang

Kelangkaan telah menimbulkan malapetaka di hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari.

Pihak berwenang minggu ini menunda ujian semester untuk hampir tiga juta siswa karena kekurangan kertas dan tinta.

Perusahaan listrik negara pulau itu juga mengatakan kehabisan kertas untuk mencetak tagihan bulanan bagi jutaan konsumen.

Anggota Persatuan Pemuda Sosialis bentrok dengan polisi ketika mereka berusaha memasuki kantor presiden selama protes terhadap krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi di Kolombo, Sri Lanka, Jumat, 18 Maret 2022. AP PHOTO/ERANGA JAYAWARDENA Anggota Persatuan Pemuda Sosialis bentrok dengan polisi ketika mereka berusaha memasuki kantor presiden selama protes terhadap krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi di Kolombo, Sri Lanka, Jumat, 18 Maret 2022.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com