KIEV, KOMPAS.com - Setidaknya empat negara tampaknya mengajukan diri sebagai “pendamai” Rusia Ukraina atau setidaknya berusaha campur tangan melalui telepon, setelah gelombang pertama perantara mediasi yang dipimpin oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz gagal meredakan konflik.
Kelompok baru ini termasuk Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed dari UEA, dan terbaru Perdana Menteri India Narendra Modi.
Negara-negara ini semuanya mempertahankan intervensi mereka dan berusaha menunjukkan netralitas selama perang. Mereka mengeklaim itu menempatkan pihaknya di tempat yang baik untuk bertindak sebagai perantara yang jujur.
Guardian mewartakan bahwa para pengkritik mereka, sebaliknya, menilai proposal itu tak lain digunakan untuk menyembunyikan kebangkrutan moral mereka, dan untuk memelihara hubungan komersial yang mendalam dengan Rusia, yang masih merupakan calon pemenang dari uji kekuatan ini.
Baca juga: Situasi Stasiun Kereta Api Kharkiv Dipenuhi Ribuan Warga Ukraina Berusaha Melarikan Diri dari Perang
Kunjungan Bennett ke Moskow pada Sabtu (5/3/2022) adalah yang paling mengejutkan dan konsekuensial. Sejak kunjungan itu, Bennett telah berbicara dengan presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, dua kali, dan akan berbicara dengan Putin lagi.
Akan tetapi langkah PM Israel mendapat serangan dari domestik, yang marah karena Israel memutuskan untuk tetap netral dengan memblokir pasokan senjata ke Ukraina.
Sikap awalnya juga tidak menyenangkan Washington, meski Bennett lalu dibujuk mendukung resolusi majelis umum PBB pada 2 Maret yang menyesalkan serangan Rusia ke Ukraina.
Israel dilaporkan memiliki motif untuk tetap mendukung Rusia. Jika Moskwa dapat dibujuk untuk tidak menandatangani kembali kesepakatan nuklir Iran, yang saat ini hampir selesai di Wina, itu akan menjadi kemenangan diplomatik bagi Israel yang telah lama menentangnya.
Israel juga membutuhkan Rusia untuk mempertahankan kesepakatan di dalam wilayah Suriah, yang memungkinkannya melakukan serangan terhadap Iran.
“Mungkinkah kementerian pertahanan (Israel) dapat mengatakan bahwa karena kita perlu mengebom Suriah sekali atau dua kali seminggu, kita akan tetap netral dalam perang ini?” kritik Mantan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, Alon Liel.
Bennett sementara itu mengeklaim bahwa dia memiliki tanggung jawab moral untuk mencoba membawa perdamaian.
Baca juga: Pasangan Tentara Ukraina Merayakan 20 Tahun Pernikahan dengan Romantis di Zona Perang
Turki juga dituduh berdiri di kedua sisi jalan. Negara ini sedang berjuang melawan krisis keuangan dan belum menjatuhkan sanksi atau menutup wilayah udara Turki ke Rusia.
Adapun dia telah mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dengan jelas, dan mengizinkan drone buatan Turki dibeli oleh tentara Ukraina, serta menutup Selat Bosporus dan Dardanelles di bawah Pakta Montreux 1936.
Erdogan berbicara kepada Putin pada Minggu (6/3/2022) selama satu jam, menyerukan gencatan senjata atau koridor kemanusiaan seperti yang telah dinegosiasikan kedua orang itu di Suriah, walau tak banyak capaian dari seruannya.
Erdogan sebelumnya telah bertaruh pada Rusia, salah satunya dengan memilih membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia, yang memicu sanksi AS dan kritik NATO.