Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Negara Mencoba Jadi "Pendamai" Rusia Ukraina, tapi Punya Motif Masing-masing?

Kompas.com - 08/03/2022, 20:03 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

KIEV, KOMPAS.com - Setidaknya empat negara tampaknya mengajukan diri sebagai “pendamai” Rusia Ukraina atau setidaknya berusaha campur tangan melalui telepon, setelah gelombang pertama perantara mediasi yang dipimpin oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz gagal meredakan konflik.

Kelompok baru ini termasuk Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed dari UEA, dan terbaru Perdana Menteri India Narendra Modi.

Negara-negara ini semuanya mempertahankan intervensi mereka dan berusaha menunjukkan netralitas selama perang. Mereka mengeklaim itu menempatkan pihaknya di tempat yang baik untuk bertindak sebagai perantara yang jujur.

Guardian mewartakan bahwa para pengkritik mereka, sebaliknya, menilai proposal itu tak lain digunakan untuk menyembunyikan kebangkrutan moral mereka, dan untuk memelihara hubungan komersial yang mendalam dengan Rusia, yang masih merupakan calon pemenang dari uji kekuatan ini.

Baca juga: Situasi Stasiun Kereta Api Kharkiv Dipenuhi Ribuan Warga Ukraina Berusaha Melarikan Diri dari Perang

Israel

Kunjungan Bennett ke Moskow pada Sabtu (5/3/2022) adalah yang paling mengejutkan dan konsekuensial. Sejak kunjungan itu, Bennett telah berbicara dengan presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, dua kali, dan akan berbicara dengan Putin lagi.

Akan tetapi langkah PM Israel mendapat serangan dari domestik, yang marah karena Israel memutuskan untuk tetap netral dengan memblokir pasokan senjata ke Ukraina.

Sikap awalnya juga tidak menyenangkan Washington, meski Bennett lalu dibujuk mendukung resolusi majelis umum PBB pada 2 Maret yang menyesalkan serangan Rusia ke Ukraina.

Israel dilaporkan memiliki motif untuk tetap mendukung Rusia. Jika Moskwa dapat dibujuk untuk tidak menandatangani kembali kesepakatan nuklir Iran, yang saat ini hampir selesai di Wina, itu akan menjadi kemenangan diplomatik bagi Israel yang telah lama menentangnya.

Israel juga membutuhkan Rusia untuk mempertahankan kesepakatan di dalam wilayah Suriah, yang memungkinkannya melakukan serangan terhadap Iran.

“Mungkinkah kementerian pertahanan (Israel) dapat mengatakan bahwa karena kita perlu mengebom Suriah sekali atau dua kali seminggu, kita akan tetap netral dalam perang ini?” kritik Mantan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, Alon Liel.

Bennett sementara itu mengeklaim bahwa dia memiliki tanggung jawab moral untuk mencoba membawa perdamaian.

Baca juga: Pasangan Tentara Ukraina Merayakan 20 Tahun Pernikahan dengan Romantis di Zona Perang

Turki

Turki juga dituduh berdiri di kedua sisi jalan. Negara ini sedang berjuang melawan krisis keuangan dan belum menjatuhkan sanksi atau menutup wilayah udara Turki ke Rusia.

Adapun dia telah mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dengan jelas, dan mengizinkan drone buatan Turki dibeli oleh tentara Ukraina, serta menutup Selat Bosporus dan Dardanelles di bawah Pakta Montreux 1936.

Erdogan berbicara kepada Putin pada Minggu (6/3/2022) selama satu jam, menyerukan gencatan senjata atau koridor kemanusiaan seperti yang telah dinegosiasikan kedua orang itu di Suriah, walau tak banyak capaian dari seruannya.

Erdogan sebelumnya telah bertaruh pada Rusia, salah satunya dengan memilih membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia, yang memicu sanksi AS dan kritik NATO.

Sektor pariwisata Turki juga sangat bergantung pada 5 juta pengunjung Rusia setiap tahun. Sementara Rusia mengawasi pembangkit nuklir Akkuyu Turki di provinsi Mersin. Gazprom memiliki Turkstream, pipa gas dari Rusia yang memenuhi 40 persen dari permintaan Turki.

Bagi sayap kanan Turki, yang dipertaruhkan bukanlah masa depan Eropa, tetapi Turki sebagai kekuatan yang sedang naik daun. Turki juga anggota NATO dan mencari jalan rujuk dengan AS. Dia juga merupakan mitra dagang terbesar kelima Ukraina.

Dengan sikapnya yang selalu menyeimbangkan timur dan barat, Turki dinilai mungkin bukan perantara jujur yang diinginkan Putin.

Baca juga: Ukraina Klaim Bunuh 12.000 Tentara dan Hancurkan 303 Tank Rusia

UEA

Mediator ketiga adalah Uni Emirat Arab, yang abstain dalam pemungutan suara dewan keamanan PBB tentang invasi Rusia ke Ukraina.

Diplomat senior negara itu, Anwar Gargash, mengatakan dalam sebuah unggahan Twitter bahwa negara Teluk "percaya bahwa memihak hanya akan mengarah pada lebih banyak kekerasan".

Dia menegaskan: “Pada krisis Ukraina, prioritas kami adalah mendorong semua pihak mengadopsi diplomasi dan bernegosiasi untuk menemukan penyelesaian politik yang akan mengakhiri krisis ini.”

Namun, ketika pemungutan suara kembali ke majelis umum beberapa hari kemudian, UEA memberikan suara menentang Rusia.

Bin Zayed, putra mahkota Abu Dhabi, berbicara kepada Putin, mengatakan negara itu akan "melanjutkan koordinasinya dengan pihak-pihak terkait untuk membantu menemukan solusi politik yang berkelanjutan untuk krisis yang sedang berlangsung".

UEA dilaporkan tidak ingin merusak hubungannya dengan Rusia. Pasalnya keduanya bekerja sama di Libya dan di tempat lain di Afrika. Perdagangan antara kedua negara telah tumbuh sepuluh kali lipat sejak 1997 menjadi 5 miliar dollar AS (Rp 71,7 triliun) pada 2021.

UEA juga menyumbang 55 persen dari total perdagangan antara Rusia dan kawasan Teluk, dan merupakan investor Arab terbesar di Rusia, terhitung 80 persen dari total.

Baca juga: Presiden Ceko Akan Beri Kehormatan Negara kepada Presiden Ukraina

India

Mediator keempat dan terbaru adalah Modi. Dia berbicara dengan Putin pada Senin (7/3/2022) dan mendesak pemimpin Rusia mengadakan pembicaraan langsung dengan Zelenskiy.

Sebagai pendukung multi-blok, India juga menghadapi beberapa penolakan karena abstain baik di dewan keamanan PBB dan majelis umum pada 2 Maret.

Tugas pertama India adalah mengevakuasi lebih dari 16.000 pelajar India yang terjebak di Ukraina. Tapi rasanya sulit.

Adapun hampir 60 persen perangkat keras militer India berasal dari Rusia, dan sebagian besar teknologi nuklir sipilnya. Tetapi India berharap dapat membujuk Rusia untuk menjauh dari China, walau sekarang kemungkinan itu semakin tipis.

Penolakan India untuk mengutuk serangan Rusia ke China juga menunjukkan batasan pada Quad, kemitraan empat arah yang baru lahir antara Jepang, India, AS dan Australia. Quad sejatinya diharap memberi terobosan bagi negara-negara di kawasan yang menentang China.

Baca juga: Fasilitas Nuklir Kedua Ukraina Dilaporkan Rusak Setelah Diterjang Peluru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com