Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MIliter Lakukan Kudeta di Myanmar Dinggap Tak Masuk Akal, Kenapa?

Kompas.com - 01/02/2021, 16:39 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Sky News

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Manuver militer yang melakukan kudeta di Myanmar dan memberlakukan status darurat dipandang tak masuk akal oleh pakar.

Pengambilalihan kekuasaan yang dilakukan angkatan bersenjata dimulai dengan penangkapan sejumlah pemimpin sipil.

Kanselir Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditangkap di kediaman mereka pada Senin dini hari waktu setempat (1/2/2021).

Baca juga: Pemerintah China Pantau Kudeta Militer di Myanmar

Setelah itu dalam pernyataan yang dirilis di televisi, militer mengumumkan bahwa keadaan darurat diterapkan selama satu tahun.

Kudeta ini terjadi setelah militer menganggap pemilu yang berlangsung pada 8 November tahun lalu diwarnai kecurangan.

Dalam pemilihan itu, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi meraih kemenangan telak.

Angkatan bersenjata mengeklaim, mereka akan mengembalikan kekuasaan setelah menggelar pemilu ulang secara adil.

Mark Farmaner, Direktur Burma Campaign UK menuturkan, dia merasa apa yang dilakukan militer ini sangat tidak masuk akal.

Sebabnya sejak konstitusi 2008, yang dirumuskan militer diterapkan, mereka mendapatkan keuntungan luar biasa.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Gerakkan Massa untuk Lawan Kudeta Militer Myanmar

Antara lain mereka mendapatkan kementerian pertahanan, perbatasan, dan dalam negeri, yang praktis mengatur masalah keamanan.

"Kita tentunya akan melihat apakah terdapat perpecahan di militer, atau menguak motif mereka sebenarnya," ujar Farmaner.

Dia juga menyoroti dampak negatif yang bakal timbul jika Tatmadaw, sebutan untuk militer, masih memertahankan kekuasaan.

Dilansir Sky News, dia mencatat potensi adanya sanksi yang dijatuhkan negara lain, dan berimbas pada ekonomi Myanmar.

Baca juga: Setelah Ambil Alih Myanmar, Ini Janji Pihak Militer

"Mereka juga menghadapi ancaman kerusuhan dari warga sendiri. Sangat mustahil membayangkan bakal ada akhir bahagia dari kudeta ini," paparnya.

Farmaner menjelaskan, selama sekitar 60 tahun Burma (nama lama Myanmar) dipimpin junta militer yang dikenal brutal.

Bagi sejumlah warga senior, mereka takut bakal mengalami lagi hari di mana mereka ditangkap hanya karena menyuarakan isi hatinya.

John Sifton, Direktur Advokasi Asia Human Rights Watch menegaskan, sejak awal angkatan bersenjata takkan tunduk pada sipil.

Karena itu, dia menyerukan negara lain agar menerapkan sanksi yang tegas dan terarah ke pimpinan junta dan kepentingan ekonomi mereka.

Baca juga: Militer Myanmar Ambil Alih Kekuasaan, Warga Sempat Panic Buying

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com