Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Min Aung Hlaing, Jenderal Senior yang Jadi Pemimpin Sementara Myanmar

Kompas.com - 01/02/2021, 10:56 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Time

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Suasana politik di Myanmar sangat memanas pada awal pekan ini setelah militer memutuskan untuk melakukan kudeta.

Para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint disebut ditangkap dalam penyerbuan pagi buta.

Angkatan bersenjata menangkapi para pemimpin sipil buntut keluhan adanya dugaan pelanggaran dalam pemilihan umum November 2020 lalu.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditahan Militer, Suhu Politik Myanmar Makin Memanas

Melalui siaran televisi, pihak militer mengumumkan bahwa kekuasaan saat ini untuk sementara dipegang oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Nama Jenderal Min bukan sosok yang baru didengar dunia, mengingat dia adalah otak dari penindakan terhadap etnis Rohingya.

Pada 26 Oktober 2017, Menteri Luar Negeri AS saat itu, Rex Tillerson, menelepon langsung Min dan mendesaknya agar menghentikan kekerasan.

Jenderal berusia 64 tahun itu sempat mengeluhkan dunia sudah menghakiminya secara tidak adil atas "solusi akhir" atas Rohingya.

Dilansir TIME 3 November 2017, berikut merupakan secuplik profil dari Min Aung Hlaing, jenderal yang kini jadi pemimpin sementara Myanmar.

Baca juga: Militer Myanmar Kepung Yangon, Umumkan Keadaan Darurat


 

Kadet yang biasa-biasa saja

Menurut keterangan dari mantan teman sekelasnya seperti dikutip Reuters, Min hanyalah sosok kadet yang biasa saja.

Dia disebut baru bisa menembus Akademi Badan Pertahanan yang dikenal elite di percobaan ketiga dan memulai karier kemiliterannya.

Sebagian besar pengabdiannya dihabiskan memerangi pemberontak di perbatasan timur, di mana dia dikenal karena melecehkan etnis minoritas.

Pada 2009, dia memimpin operasi di perbatsan Myanmar-China untuk memberangus pemimpin setempat, Peng Jiasheng.

Peristiwa yang dikenal sebagai Insiden Kokang ini memang berlangsung selama satu pekan. Namun dampak yang ditimbulkan luar biasa.

Di antaranya adalah melanggar gencatan senjata selama 20 tahun, membuat 30.000 orang terpaksa mengungsi ke China.

Dan yang paling penting, mengusir kelompok separatis dari perbatasan yang selama ini memang diposisikan untuk jadi jalur perdagangan utama.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer, Internet dan Sambungan Telepon di Myanmar Terganggu

Polisi berjaga-jaga di sepanjang jalan di ibu kota Myanmar, Naypyidaw, pada 29 Januari 2021, menjelang pembukaan kembali parlemen pada 1 Februari menyusul pemilu November 2020 yang dimenangkan Aung San Suu Kyi dari NLD secara telak. [Thet Aung/AFP]Thet Aung/AFP Polisi berjaga-jaga di sepanjang jalan di ibu kota Myanmar, Naypyidaw, pada 29 Januari 2021, menjelang pembukaan kembali parlemen pada 1 Februari menyusul pemilu November 2020 yang dimenangkan Aung San Suu Kyi dari NLD secara telak. [Thet Aung/AFP]

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com