WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Perusahaan raksasa Nike mendapatkan seruan untuk memutus hubungan bisnis dengan pamasok bahan baku yang diduga menggunakan sistem "kerja paksa" dari muslim Uighur di China.
Para aktivis telah melakukan kampanye yang sebagian perusahaan "memperkuat dan menerima manfaat" dari eksploitasi kelompok minoritas muslim ini.
Amerika Serikat (AS) juga telah meningkatkan tekanan ekonomi, memperingatkan perusahaan-perusahaan agar tidak melakukan bisnis di Xinjiang karena pelanggaran "kerja paksa".
Melansir BBC pada Kamis (23/7/2020), Nike dan beberapa perusahaan besar lainnya mengatakan sedang menelusuri laporan tersebut terhadap mitra-mitranya.
Nike mengatakan pihaknya "melakukan uji tuntas berkelanjutan dengan para pemasok dari China untuk mengidentifikasi dan menilai risiko potensial yang terkait dengan pekerjaan orang Uighur atau etnis minoritasa lainnya."
Kemudian dikatakan bahwa pihaknya tidak mengambil bahan lanhsung dari Xinjiang, wilayah di China barat yang merupakan rumah bagi banyak penduduk Uighur.
Di wilayah ini banyak juga terdapat pabrik yang menggunakan tenaga buruh kaum Uighur.
Baca juga: Inggris dan China Ribut Lagi, Kali Ini soal Pelanggaran HAM di Xinjiang
Perusahaan Apple juga mengatakan bahwa pihaknya menyelidiki klaim penggunaan tenaga kerja kaum Uighur secara "kerja paksa".
"Kami tidak menemukan bukti adanya kerja paksa di jalur produksi Apple dan kami berencana untuk terus memantau," kata pihak perusahaan Apple.
Politisi dan aktivis mengatakan perusahaan perlu berbuat lebih banyak jika mereka tidak ingin terlibat dalam pelanggaran HAM pemerintah China.
"Perusahaan dan retailer seharusnya seharusnya sudah lama meninggalkan praktik jahat itu, tapi belum dan itu sebabnya masyarakat menyerukan adanya tindakan nyata yang penting dan dibutuhkan," ujar perwakilan organisasi Anti-Perbudakan Internasional, Chloe Cranston, yang merupakan salah satu dari 180 organisasi yang terlibat dalam kampanye.
"Ini bukan hanya tentang mengakhiri hubungan dengan satu pemasok. Ini benar-benar tentang mengambil pendekatan yang komprehensif," imbuh Cranston.
Laporan-laporan Lembaga Kebijakan Strategis Australia (ASPI) dan Kongres AS, antara lain, menemukan bahwa ribuan warga Uighur telah dikirim untuk bekerja di pabrik-pabrik di seluruh China.
Baca juga: Karena Virus Corona, Ibu Kota Xinjiang di China Deklarasikan Darurat Perang
Menurut laporan ASPI para pekerja "diduga kuat mengalami kerja paksa".
Laporan ini menghubungkan pabrik-pabrik di China dengan lebih dari 80 merek terkenal, termasuk Nike, Apple dan Gap.