Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Klaim Detoks Kaki Disebut Bisa Tahu Kondisi Kesehatan, Ini Kata Ahli UI dan IPB

Kompas.com - 05/04/2024, 08:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Penyebab perbedaan warna air

Budiawan mengatakan, perubahan warna dan fenomena lain yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya tergantung pada kandungan mineral dalam air.

Perbedaan yang dihasilkan juga sangat bergantung pada kontaminan (pencemar) yang ada dalam air sebagai medianya.

"Sebagai contoh, jika dalam media air terkandung kontaminan berupa senyawa detergen, pestisida, aluminium sulfat, akan terjadi perubahan warna dalam proses elektrolisa menjadi biru," kata dia.

Sementara itu, jika kontaminan dalam media air berupa senyawa arsenik, tetrakloro metan, dan copper oxide akan menyebabkan warna berubah menjadi hijau.

"Peristiwa tersebut perlu pembuktian lebih lanjut dan valid dalam hubungannya dengan deteksi kesehatan manusia," tutur Budiawan.

"Dengan demikian, kita harus berhati-hati terhadap dugaan misinformasi percobaan tes air untuk pemasaran kegunaan detoksifikasi," sambungnya.

Terpisah, Guru Besar Bidang Fisika Teori Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University, Husin Alatas menjelaskan, reaksi elektrolisis adalah reaksi yang dialami oleh sebuah senyawa elektrolit, yang menyebabkan senyawa terpisah menjadi ion-ion pembentuknya.

Pada larutan elektrolit air misalnya, reaksi elektrolisis akan memecahnya menjadi gas hidrogen dan oksigen.

Husin mengatakan, reaksi tersebut dapat terjadi jika pada larutan dilalui arus listrik yang mengalir di antara katoda (elektroda bermuatan listrik negatif) dan anoda (elektroda bermuatan listrik positif).

"Pada kasus klaim terjadinya detoks menggunakan sumber tegangan searah pada larutan yang di dalamnya direndam kaki seseorang, tampaknya tidak ada alasan kuat untuk mengatakan telah terjadi detoks," jelasnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (2/4/2024).

Menurutnya, perbedaan respons atau warna yang tampak lebih disebabkan kandungan larutan yang mungkin saja berbeda.

"Apakah perendaman pada larutan yang dilewati arus searah menyebabkan keluarnya racun dari dalam tubuh, perlu dilakukan penelitian yang mendalam," tuturnya.

Baca juga: Benarkah Cuci Hidung dengan Larutan NaCl Bisa Membersihkan Virus dan Bakteri?

Klaim detoks perlu penelitian lebih lanjut

Senada, Guru Besar Fisika Departemen Fisika FMIPA IPB University, Akhiruddin Maddu menerangkan, reaksi elektrolisis terjadi di dalam sel elektrolitik yang terdiri dari dua elektroda logam (anoda dan katoda) yang dicelupkan dalam elektrolit.

"Reaksi elektrolisis adalah reaksi kimia yang dipicu oleh arus listrik yang dicatu pada elektroda-elektroda menggunakan sumber tegangan seperti baterai atau pencatu daya," paparnya, ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.

Saat arus atau elektron dialirkan melalui elektroda katoda, akan terjadi pemisahan ion-ion penyusun elektrolit akibat reaksi reduksi pada katoda.

Akhiruddin menjelaskan, ion positif akan bergerak ke sisi elektroda negatif (katoda), sedangkan ion negatif bergerak ke sisi elektroda positif (anoda), yang mana terjadi reaksi oksidasi.

"Produk-produk reaksi elektrolisis ini mengakibatkan warna larutan elektrolit berubah menjadi kecoklatan atau kehitaman akibat proses pengkaratan (rusting) pada elektroda-elektroda, khususnya di katoda," kata Akhiruddin.

Karat tersebut masuk dan menyebar di dalam larutan elektrolit, sehingga warnanya akan berubah.

Dia mengungkapkan, perbedaan warna larutan salah satunya sangat ditentukan oleh jenis elektroda logam yang digunakan.

Namun, berkenaan dengan detoksifikasi saat kaki dimasukkan ke dalam wadah elektrolit yang teraliri listrik, menurutnya perlu kajian lebih jauh.

"Perlu kajian lebih jauh, terutama dengan meneliti kandungan elektrolit setelah proses elektrolisis, apakah terdapat zat-zat produk detoksifikasi dari tubuh, atau tidak," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com