KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, fenomena El Nino akan memengaruhi curah hujan Indonesia pada musim hujan 2024.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan Indonesia saat ini berada dalam kondisi indeks El Nino moderat berkisar antara 1.5 hingga 2.5.
"Semakin tinggi (El Nino), semakin kuat dampaknya mengurangi curah hujan," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (9/1/2024).
Guswanto menjelaskan, El Nino akan mengurangi jumlah curah hujan di Indonesia. Kondisi ini membuat Indonesia tidak akan mengalami musim hujan sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Menurutnya, diprakirakan musim hujan tahun 2023 dan 2024 tidak akan setinggi tahun 2020, 2021, dan 2022. Situasi tersebut terjadi karena ketiga musim hujan tersebut bertepatan dengan La Nina.
"Tahun La Nina itu tahun di mana jumlah curah hujannya lebih banyak dari tahun normal," lanjut dia.
Lalu, kapan El Nino akan berakhir di Indonesia?
Baca juga: Puncak Musim Hujan Terjadi Bersamaan dengan El Nino, Apa Dampaknya?
Guswanto menjelaskan, fenomena El Nino dan La Nina terjadi karena dipengaruhi suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik tengah dan Indeks Ocean Dipole di Samudra Hindia.
Di Indonesia, El Nino dan La Nina terjadi akibat perubahan suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik tengah.
"Kalau El Nino, itu suhu di permukaan air laut Samudra Pasifik bagian tengah menghangat. Kalau mendingin, jadi La Nina," tambah dia.
Jika El Nino menyebabkan curah hujan berkurang, maka La Nina membuat hujan akan turun dengan intensitas lebih banyak.
Peningkatan suhu permukaan laut yang mengakibatkan El Nino, kata dia, disebabkan oleh perubahan iklim di Bumi.
Selain itu, masalah kerusakan ekosistem laut, perubahan suhu global, dan efek gas rumah kaca juga memengaruhi kondisi El Nino di Indonesia.
Baca juga: Curah Hujan Diprediksi Akan Berkurang di Akhir Januari 2024, Apa Alasannya?
"El Nino berakhir sekitar April 2024, saat sudah musim pancaroba (peralihan) dari musim hujan ke musim kemarau," lanjutnya.
Ketika El Nino berakhir setelah musim hujan di Indonesia usai, Guswanto memprediksi masyarakat akan merasakan suhu panas yang terasa terik.
Suhu akan terasa panas karena Indonesia sudah masuk musim kemarau. Di musim itu, dia menyebut sistem perawanan membuat jarang ada awan di langit Indonesia.
Akibatnya, sinar Matahari tidak ada yang menghalangi sehingga panasnya langsung menyorot ke Bumi.
"(Indonesia) terasa akan terik karena curah hujan tidak ada. Kalau musim kemarau pasti panas karena sistem perawanan tidak ada. Sinar matahari langsung optimum ke permukaan Bumi," tegas dia.
Guswanto menyebut, suhu panas di Indonesia saat musim pancaroba ini tidak berhubungan langsung dengan El Nino.
Hanya saja, tidak adanya El Nino menunjukkan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik tengah mendingin. Ini berarti produksi awan di langit menjadi normal. Sebaliknya jika ada banyak awan, suhu udara tidak terasa terik.
"Kalau suhu di Samudra Pasifik tengah dingin tidak ada El Nino, maka perawanan normal," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.