Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab dan Gejala Stiff Person Syndrome seperti Dialami Celine Dion

Kompas.com - 21/12/2023, 18:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Gejala stiff person syndrome

Penderita SPS biasanya berusia 20-50 tahun meskipun gangguan ini dapat mengenai orang yang lebih muda dan lebih tua. Penyakit ini dua sampai tiga kali lebih sering dialami wanita

Orang yang menderita SPS akan mengalami gejala secara bertahap, termasuk kelumpuhan dan berakhir dengan kematian.

Berikut gejala Stiff Person Syndrome yang akan muncul, seperti:

  • Rasa kaku pada otot batang tubuh.
  • Sulit untuk memutar dan membungkukkan tubuh.
  • Rasa kaku pada bagian atas dan bawah lengan.
  • Tubuh menjadi bungkuk dengan tidak wajar.
  • Cara berjalan menjadi kaku dan terasa sulit.
  • Otot tegang yang memicu rasa sakit.
  • Sering terjatuh.
  • Mudah kaget jika terdapat suara yang terlalu keras.
  • Kejang sampai harus berbaring.
  • Kaku pada punggung, bahu, dan leher.
  • Lelah dan cemas.
  • Bicara cadel atau kesulitan berbicara.
  • Kontraksi otot usus yang tidak normal.
  • Perut kembung, kram, dan diare.

Penderita SPS masih sulit didiagnosis karena belum banyak pengetahuan mengenai kondisi langka ini.

Untuk mendiagnosis SPS, dokter akan melihat adanya hyperlordosis atau lengkungan berlebihan pada tulang belakang. Tanda-tanda lain bisa berupa otot di sekitar tulang belakang menjadi tegang dan anggota badan kaku.

Tes darah juga dapat dilakukan untuk menentukan tingkat kadar antibodi di tubuh yang dapat menjadi penanda penyakit autoimun.

Baca juga: Kisah Seorang Perempuan Mempunyai Dua Vagina, Didiagnosis Sindrom Langka

Perawatan stiff person syndrome

Pasien SPS dapat diobati melalui dua metode yaitu mengatasi gejala dan menggunakan imunoterapi untuk memperlambat perkembangannya.

Untuk mengatasi gejalanya, pasien akan menjalani terapi fisik untuk bantu mengatasi masalah terkait otot.

Kemudian, pasien akan menggunakan imunoterapi untuk memperlambat perkembangan kondisinya.

Beberapa pasien memerlukan pengobatan dengan memberikan imunosupresan seperti steroid, benzodiazepin berupa clonazepam yang dapat mengatasi kejang otot serta kecemasan.

Obat yang mengatasi kejang otot, seperti antikonvulsan dan pereda nyeri juga dapat dberikan.

Jika pengobatan tadi belum berhasil, pasien akan menjalani plasmapheresis atau operasi menghilangkan atau menukar plasma darah dari tubuh.

Cara ini akan menghilangkan antibodi patogen dari tubuh yang menyebabkan autoimun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com