Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinasti Politik atau Politik Dinasti, Apa Itu?

Kompas.com - 24/10/2023, 07:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

Saat ada politikus yang baru dicalonkan mengisi posisi politik tertentu, meskipun jabatan tidak sama dengan anggota keluarganya, itu bisa disebut sebagai dinasti politk.

Baca juga: Media Internasional Soroti Gibran Jadi Bacawapres: Nepotisme, Dinasti Politik, dan Cedera Proses Demokrasi

Penyebab berdiri dinasti politik 

Halili mengatakan, ada banyak faktor yang menyebabkan dinasti politik bisa terjadi di suatu negara.

"Pertama, kuatnya budaya patronase dan klientelistik di tengah-tengah masyarakat kita," kata dia.

Menurutnya, sistem politik di Indonesia membuat publik menganggap satu orang atau kelompok sebagai patron atau teladan.

Posisi sebagai teladan itu diberikan juga kepada keluarganya, termasuk istri, anak, keponakan, menantu, dan relasi keluarga lainnya.

"Masyarakat awam yang memosisikan diri sebagai klien lalu akan mengikuti patron tersebut," ujarnya.

Baca juga: Soal Golkar Dukung Gibran Jadi Cawapres di Tengah Isu Politik Dinasti, Pengamat: karena Berpotensi Dipilih Rakyat

Faktor kedua, lanjut Halili, adalah tata kelola pelaksanaan pemilu dengan aturan yang mengistimewakan satu tokoh. Misalnya, penetapan ambang batas seseorang bisa dipilih.

"Ambang batas itu membuat segelintir elite memiliki ruang buat diperlakukan secara lebih istimewa," ujar dia.

Menurut Halili, segelintir tokoh elite memiliki nama yang dikenal publik. Karena itu, ada pihak yang memanfaatkan tokoh tersebut untuk ditunggangi guna mendapatkan suara di pemilu.

Faktor penyebab selanjutnya adalah biaya politik mahal. Hanya segelintir orang bisa membiayai proses kampanye. Karena itu, politik diisi oleh kelompok orang tertentu.

Kemudian faktor keempat menurut Halili adalah upaya perubahan dan transisi ke rezim politik di internal partai politik tidak berjalan dengan baik.

"Tidak bekerjanya merit system (manajemen sumber daya manusia) dan kaderisasi, misalnya, membuat ruang bagi masuk dan naiknya orang luar lingkaran (dinasti politik) menjadi sangat sempit," tambah dia.

Selain itu, pendidikan politik yang belum berjalan juga membuat orang umum tidak memahami demokrasi. Akibatnya, demokrasi diisi segelintir tokoh elite dan keluarganya saja.

Baca juga: Daftar Negara yang Dipimpin Dinasti Politik, Paling Banyak di Benua Apa?

Alasan masyarakat pilih capres-cawapres dari dinasti politik

Halili menolak anggapan masyarakat memilih capres atau cawapres dari dinasti politik karena elektabilitas tokoh tersebut tinggi.

"Yang membuat mereka terpilih ya karena masyarakat kita permisif, sistem politik dan sistem pemilu tidak bekerja baik, sementara penegakan hukum pemilu lemah," ujarnya.

Menurut dia, masyarakat cenderung menerima saja calon-calon yang ada. Mereka tidak cukup kritis memahami gejala dinasti politik yang hadir di tengah pemilu.

Halili juga menyoroti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) yang kurang bekerja optimal menghalau dinasti politik.

"Kita ini demokrasi berbasis parpol. Eh, demokrasi di parpol sendiri tidak ada," tandasnya.

Baca juga: Ketika Dinasti Politik Semakin Menguat...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com