Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Respons China Usai Jepang Buang Limbah Nuklir ke Samudera Pasifik

Kompas.com - 25/08/2023, 18:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jepang mulai membuang air limbah olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi ke Samudera Pasifik pada Kamis (24/8/2023).

Dilansir dari Live Science, Kamis (24/8/2023), pembuangan limbah olahan PLTN ini menjadi yang pertama dari empat pembuangan yang direncanakan sebelum Maret 2024.

Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Operator pabrik Tokyo Electric Power Company (Tepco) yang mengatakan bahwa mereka telah mengaktifkan pompa air laut pada pukul 13.00 waktu setempat, Kamis (24/8/2023).

Para ahli memperkirakan diperlukan waktu 17 hari untuk menyelesaikan pelepasan dan membuang sekitar 275.500 kaki kubik (7.800 meter kubik) air ke laut.

Baca juga: PLTN Chernobyl dan Tragedi Nuklir Terburuk Sepanjang Sejarah


Telah disetujui oleh IAEA

Sementara itu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pengawas atom Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah menyetujui pelepasan pembuangan air limbah olahan nuklir tersebut.

Mereka menyatakan bahwa pelepasan tersebut memenuhi standar keselamatan internasional. 

Pelepasan tersebut merupakan langkah penting dalam penghentian pembangkit listrik Fukushima Daiichi usai hancur akibat tsunami pada 2011.

“Pembuangan air olahan ke laut secara terkendali dan bertahap, seperti yang saat ini direncanakan dan dinilai oleh Tepco, akan memiliki dampak radiologi yang dapat diabaikan terhadap manusia dan lingkungan,” kata Rafael Mariano Grossi, direktur jenderal IAEA.

Sekitar 1,48 juta ton (1,34 juta metrik ton) air atau setara dengan 540 kolam renang Olimpiade digunakan untuk mendinginkan reaktor yang merembes melalui tanah dan disimpan dalam 1.000 kontainer baja di PLTN Fukushima yang terletak di pinggir pantai.

Lokasi tersebut sekarang mendekati kapasitas penuh, kata operator PLTN dikutip dari AFP.

Sementara itu pada 2021, Jepang sudah mengumumkan bahwa mereka akan membuang jutaan ton air limbah nuklir ke laut melalui pipa yang membentang 0,6 mil (1 kilometer) dari pantai.

Air diolah dengan sistem penyaringan khusus yang menghilangkan semua unsur radioaktif kecuali tritium, isotop hidrogen yang sangat sulit dihilangkan.

Hal tersebut lantaran tritium membutuhkan waktu sekitar 12,33 tahun untuk terurai dan ketika terurai, tritium akan berubah menjadi helium.

Fasilitas tenaga nuklir secara teratur melepaskan tritium ke saluran air di seluruh dunia, kata Tony Hooker, seorang profesor di Universitas Adelaide di Australia yang berspesialisasi dalam proteksi radiasi.

“Selama beberapa dekade [tidak ada] tidak ada bukti dampak buruk terhadap lingkungan atau kesehatan,” katanya.

Pihak Tepco mengatakan mereka telah mengencerkan air limbah untuk mengurangi tingkat radioaktivitas yang tersisa hingga 1.500 becquerel per liter, yang jauh di bawah standar keamanan nasional Jepang sebesar 60.000 becquerel.

"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membatasi radioaktivitas untuk air minum hingga 10.000 becquerel per liter," kata Hooker.

Baca juga: Polemik Jepang Buang Limbah Nuklir ke Laut, Diklaim Aman, Ditentang Sejumlah Pihak

Halaman:

Terkini Lainnya

Kapan Indonesia Masuk Musim Kemarau 2024? Ini Kata BMKG

Kapan Indonesia Masuk Musim Kemarau 2024? Ini Kata BMKG

Tren
Israel Serang Kamp Pengungsi di Rafah, 21 Tewas, Bantuan ke Gaza Terhenti

Israel Serang Kamp Pengungsi di Rafah, 21 Tewas, Bantuan ke Gaza Terhenti

Tren
Ratusan Mobil Dinas Pemprov Banten Senilai Rp 25 M Hilang dan Menunggak Pajak Rp 1,2 M

Ratusan Mobil Dinas Pemprov Banten Senilai Rp 25 M Hilang dan Menunggak Pajak Rp 1,2 M

Tren
La Nina Diprediksi Muncul Juni, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

La Nina Diprediksi Muncul Juni, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Tren
Ilmuwan Deteksi Planet Layak Huni Seukuran Bumi

Ilmuwan Deteksi Planet Layak Huni Seukuran Bumi

Tren
Update Kasus Vina: Pengakuan Adik, Ayah, dan Ibu Pegi soal Nama Robi

Update Kasus Vina: Pengakuan Adik, Ayah, dan Ibu Pegi soal Nama Robi

Tren
Kelompok Pekerja yang Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Siapa Saja?

Kelompok Pekerja yang Gajinya Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, Siapa Saja?

Tren
Ditutup Juni 2024, Ini yang Terjadi jika Tidak Lakukan Pemadanan NIK dengan NPWP

Ditutup Juni 2024, Ini yang Terjadi jika Tidak Lakukan Pemadanan NIK dengan NPWP

Tren
13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

13 Wilayah Indonesia yang Memasuki Awal Musim Kemarau pada Juni 2024

Tren
7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

7 Sarapan Sehat untuk Penderita Asam Lambung, Tidak Bikin Perut Perih

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 29-30 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

[POPULER TREN] Gaji Buruh Dipotong Tapera, Mulai Kapan? | Profil Rwanda, Negara Terbersih di Dunia

Tren
Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Jaga Kesehatan, Jemaah Haji Diimbau Umrah Wajib Pukul 22.00 atau 09.00

Tren
Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Sisa Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2024, Ada Berapa Tanggal Merah?

Tren
4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

4 Tanda yang Menunjukkan Orangtua Psikopat, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com